post image
Masid A Mahshun Medan/Net
KOMENTAR

MBC, Safari Ramadhan menjadi salah satu hal yang hanya bisa dilakukan di bulan puasa. Kegiatan Safari Ramadhan biasanya dilakukan untuk lebih menghayati ibadah dan mempererat  silaturahmi.

Ada banyak bentuk safari Ramadhan yang dilakukan. Salah satunya adalah berwisata dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang bisa memperkokoh keimanan.

Di Medan, Sumatera Utara, selain berburu takjil, Safari Ramadhan dari masjid ke masjid biasa menjadi pemandangan di setiap Ramadhan.

Ada banyak masjid dan situs islam bersejarah di Kota Medan. Bangunan-bangunan itu terdiri dari arsitektur yang unik. Ada yang bernuansa, Mughal, Tionghoa dan Timur Tengah.

Berikut adalah daftar masjid bersejarah di Medan yang cocok dijadikan destinasi safari Ramadhan.

1. Masjid Al-Osmani atau Raya Labuhan

Masjid Al-Osmani berdiri sejak era Sultan Osman Perkasa Alam dari Kesultanan Deli pada tahun 1854 silam. Masjid itu berbentuk rumah panggung dengan bahan kayu dan berukuran 16x16 meter. Tercatat Masjid Al-Osmani telah mengalami tujuh kali renovasi atau pemugaran, tetapi arsitektur asli masih dipertahankan lewat ornamen Tiongkok pada pintu masjid, ukiran bangunan bernuansa India, dan ornamen lain yang bergaya Timur Tengah.

Masjid Al-Osmani berlokasi detail di JL Kol Yos Sudarso, Km. 19, 5, Labuhan, Pekan Labuhan, Kec. Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara. Merujuk lokasinya, masjid ini disebut Masjid Raya Labuhan Medan. Di Areal Masjid juga terdapat makam sejumlah penguasa dari Kesultanan Deli yang berada pada area pekarangannya, yakni Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Sultan Amaluddin Perkasa Alam (Raja Deli VI), Sultan Osman Perkasa Alam, dan Sultan Mahmud Perkasa Alam.

2. Masjid Raya Al-Mashun

Masjid Raya Al-Mashun berlokasi di Jalan Sisimangaraja, Medan dan berdirinya sejak tahuun 1906. Masjid ini dirancang oleh arsitek Belanda Van Erp dan dikerjakan oleh JA Tingdeman. Masjid Raya Al-Mashun memiliki arsitektur percampuran tiga budaya sekaligus, yakni India, Spanyol, dan Maroko.

Hal ini bisa dilihat lewat model gerbang bujur sangkar beratap datar dan menara masjid menjadi perpaduan Mesir, Iran, dan Arab. Bentuk awal bangunannya adalah segi delapan dengan memiliki sayap pada bagian selatan, timur, barat, dan utara.

3. Masjid Badiuzzaman Surbakti

Masjid Badiuzzaman berdiri sejak tahun 1885 dalam bentuk bangunan limas berwarna kuning dan hijau khas adat Melayu. Pendirinya adalah Datuk Diraja Badiuzzaman Surbakti yang memimpin Kedatukan Sunggal Serbanyaman Masjid Badiuzzaman mengalami pembangunan awal yang begitu unik karena bahan semen yang biasa digunakan untuk perekat utama tidak diizinkan beredar oleh Kolonial Belanda.

Akibatnya,  masjid itu dibangun menggunakan putih telur untuk menggantikan semen. Masjid ini menjadi simbol penghormatan pada Datuk Badiuzzaman yang memimpin perlawanan masyarakat Meda terhadap Belanda.

4.  Masjid Lama Gang Bengkok

Masjid Lama Gang Bengkok berdiri sejak tahun 1874 silam dengan corak dan ornamen yang menunjukkan Kota Medan berjuluk Kota Multi-etnis. Pasalnya, atap masjid ini tidak menyerupai kubah melainkan lebih mirip kelenteng khas Tionghoa. Penamaan Gang Bengkok berawal dari gang berbentuk bengkok di depan masjid. Masjid ini merupakan hasil tanah wakaf dari Datuk Kesawan Haji Muhammad Ali, dengan pendanaan pembangunan awal ditanggung oleh seorang saudagar Tionghoa bernama Tjong A Fie.

Arsitektur  bangunan Masjid Lama Gang Bengkok memiliki perpaduan dari berbagai budaya, sebagaimana terlihat pada ornamen warna kuning dan hijau khas Melayu, atap khas Tiongkok, dan gapura serta mimbar khas Timur Tengah.

5. Masjid Jamik Kebun Bunga

Masjid Jamik Kebun Bunga berdiri sejak tahun 1887 silam atas inisiatif Komunitas India Muslim Sumatera Utara. Awalnya, masjid ini bernama South India Muslim atau Muslim India Selatan. Masjid Jamik Kebun Bunga masih memiliki banyak detail keaslian bangunannya, seperti atap rendah dan model kubah berciri khas tersendiri, serta ubin lantai bernuansa lawas.

6. Masjid Al-Ghaudiyah

 Masjid Al-Ghaudiyah berdiri sejak tahun 1887 di antara ruko-ruko yang berjejer dengan sebutan Kampung Madras atau kini dikenal sebagai Little India. Masjid ini hanya terlihat memiliki satu gapura yang menjadi penanda tempat ibadah umat muslim, sedangkan sebenarnya bentuknya memanjang ke belakang dan terdiri atas dua lantai.

Masjid Al-Ghaudiyah berbeda sampai 20 tahun dari pembangunan awal Masjid Jami yang berlokasi beberapa kilometer saja. Masjid Al-Ghaudiyah memiliki kisah awal yang menarik, penamaan pertamanya adalah Al-Chaudiyah dengan merujuk perkampungan muslim di Iran, namun orang-orang kesulitan menyebut itu secara benar dan berpuluh tahun kemudian berubah menjadi Al-Ghaudiyah. Masjid Al-Ghaudiyah berdiri di atas tanah wakaf milik Sultan Mahmud Al-Rasyid untuk masyarakat muslim India yang semakin berkembang pesat di wilayahnya saat itu. Selain itu, jejak perubahan Masjid Al-Ghaudiyah tercatat hanya terjadi satu kali pada tahun 2000-an, di mana didorong atas pelebaran jalan yang membuat area-area tertentu dimundurkan ke belakang atau bahkan dihilangkan, seperti pintu masuk yang aslinya berada di jalan trotoar dan kolam ikan yang harus dibongkar.

7. Masjid Agung Sumatera Utara

Masjid Agung Sumatera Utara sudah berdiri sejak tahun 1969. Masjid ini tergolong yang paling muda dari enam masjid sebelumnya. Meski begitu, masjid yang berlokasi di Jalan Pangeran Diponegoro, Madras Hulus, Medan Polonia, Medan baru-baru ini selesai dari proses renovasi sepanjang 2016-2023 lalu. Masjid Agung Sumatera Utara setelah renovasi terakhirnya, berhasil memiliki menara setinggi 199 meter yang menjadi tertinggi ketiga di Asia. 

KOMENTAR ANDA