Kesulitan mendapatkan ijazah karena aturan dari pihak Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ternyata masih terus dirasakan oleh para dokter yang sudah menyelesaikan pendidikan dokter mereka. Hal ini disampaikan para dokter muda yang menamakan diri Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) Sumatera Utara saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi E DPRD Sumatera Utara, di Ruang Rapat Komisi E Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (11/2).
Ketua PDMI Sumut, dr Nizam mengatakan persoalan atas sulitnya mereka mendapatkan ijazah meski telah menyelesaikan pendidikan dokter terjadi karena pihak kampus selalu berpedoman pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 (PDF) tentang Pendidikan Kedokteran yakni pasal 36 ayat 1 yang berbunyi “Untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, Mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi,”
Padahal menurut Nizam, hal ini sudah dibatalkan pada amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) NOMOR 10/PUU-XV/2017 yang menyatakan
“sertifikat profesi [ijazah] sebagai salah satu syarat memperoleh sertifikat kompetensi, sedangkan sertifikat kompetensi merupakan persyaratan untuk mendaftar ke KKI guna mendapatkan Surat Tanda Registrasi dokter (STR).”
“Artinya kami harusnya mendapatkan ijazah kami dulu baru ikut uji kompetensi, karena kami sudah menyelesaikan pendidikan dokter,” kata Nizam.
Pihak kampus sendiri menurut Nizam hingga saat ini tetap menjadikan undang-undang ini untuk tidak menerbitkan langsung ijazah mereka. Kondisi ini membuat para dokter yang sudah menyelesaikan pendidikan menjadi keberatan karena mereka tetap berstatus sebagai mahasiswa dan wajib membayar uang bimbingan.
“Peraturan ini telah menghalangi kami untuk mendapatkan ijazah dokter, padahal kami telah menyelesaikan semua proses pembelajaran dan telah dinyatakan lulus oleh FK [fakultas kedokteran],” ujarnya.
PDMI berharap, sengkarut soal ijazah mereka tersebut menjadi perhatian pemerintah sehingga mereka tidak sulit untuk melakukan pengabdian ditengah masyarakat.
“Kalau ini terjadi terus, maka kita akan kekurangan tenaga dokter. Karena untuk ikut kompetensi itu juga dibutuhkan biaya yang banyak yang kadang membuat kami semakin kesulitan,” pungkasnya.
Pihak Komisi E DPRD Sumut sendiri mengaku akan menjadikan persoalan ini sebagai agenda pembahasan utama mereka di DPRD Sumut. Dalam waktu dekat mereka akan memanggil pimpinan-pimpinan kampus yang mempunyai Fakultas Kedokteran dan juga pihak Dikti.
“Kita akan mendengarkan keterangan dari mereka, sehingga bisa kita cari jalan tengahnya. Bahkan jika mungkin langsung nanti usulan dari sini (DPRD Sumut) kita sampaikan ke pusat agar menjadi bahan pertimbangan bagi stakeholder terkait untuk mengambil kebijakan yang baru. Apakah revisi undang-undang tersebut atau hal lain,” kata Ketua Komisi E DPRD Sumut Dimas Tri Adjie didampingi sejumlah anggota Komisi E DPRD Sumut lainnya.
KOMENTAR ANDA