post image
Novel Tuhan Pun Menunggu/ MedanBagus
KOMENTAR

“Tuhan itu hanya ada dalam imajinasi manusia saja, Asfi!” Fairuz hanya menafsirkan apa yang ia baca tetapi ia puas akan hal itu. Fairuz yang tak lain adalah karib Asfi memang baru saja belajar mengenal Tuhan. Tetapi itu sudah selangkah lebih maju daripada Asfi. Namun pikiran-pikiran tentang Tuhan terus mengganggu kepala Asfi.
     
Pertanyaan-pertanyaan tentang siapa Tuhannya? Dimana ia bisa menemui Tuhan? Dan apakah cerita-cerita Fairuz tentang Tuhan adalah sinyal Tuhan untuknya bahwa ia juga harus menemukan Tuhan?

Dialog singkat Asfi dengan seorang Ustaz muda di musala sekolah menggugah hatinya untuk mencintai Tuhan. Dialog itu mengantarkannya sampai ke pemikiran untuk menggali arti mencintai Tuhan.

Kenyataan bahwa Asfi besar dari keluarga yang disibukkan oleh pekerjaan membuat Asfi tidak mengenal Tuhannya. Asfi bergejolak. Ia masih muda , untuk apa harus cepat bertemu Tuhan?

“Tuhan Pun Menunggu” mengundang pertanyaan besar tentang bagaimana memahami arti bahwa Tuhan juga menunggu. Azzaky melalui Asfi mengajak kita untuk merenung sejenak, menepi dari ingar bingar dunia remaja. Usia muda memang selalu diidentikkan dengan kesenangan. Siapa pula yang tidak ingin menghabiskan masa mudanya dengan kenangan manis. Namun diantara banyak pelajar, Asfi terpilih untuk merengkuh hidayah di usia muda.

Asfi gelisah. Ia merasa perlu tahu tentang Tuhannya. Sama seperti kita, jauh di lubuk hati yang terdalam kita juga punya rasa ingin tahu terhadap agama dan Tuhan kita. Kisah Asfi bisa menjadi pengajaran untuk kita yang masih acuh tak acuh pada rasa penasaran kita.

Perjalanan Asfi mungkin tidak mudah, namun keyakinaannya yang kuat untuk menemukan dan mencintai Tuhan membuatnya tak sedikitpun ingin berhenti. Pengalaman ke Tanjung Tiram yang memberikan rasa khawatir Asfi tidak dapat menolong orang tuanya sampai penolakan terhadap keinginan Asfi untuk belajar lebih jauh menjadi bagian paling besar yang mengantarkannya ke titik akhir.

Mengangkat latar belakang kehidupan remaja, buku ini menjawab pertanyaan tentang Tuhan. Kisah persahabatan yang turut menjadi peran utama pun seolah menitipkan pesan bahwa persahabatan tak ubahnya kendaraan yang bertugas menjadi alat mengantarkan kita ke tempat tujuan. Kita digiring untuk kembali pada fitrah kita sebagai manusia, mencintai Pencipta. Dikemas  dengan santai, buku ini mampu memikat pembaca.

Berminat membeli buku TPM (Tuhan Pun Menunggu) silahkan hubungi 0813 7665 1354.

Resensi Oleh Azura Azalia Dharmaya

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Opini