Sistem pendidikan serta keilmuan yang lahir dari Barat tidak bisa mengantarkan seseorang kepada tujuan pendidikan yang diinginkan. Meskipun tidak semuanya, banyak isi disiplin ilmu-ilmu Barat sekuler bahkan bertentangan dengan prinsip aqidah Islam. Inilah salah satu alasan kenapa Islamisasi ilmu pengetahuan sangat perlu. Harapannya melalui ilmu yang diajarkan peserta didik bisa lebih dekat dengan Allah.
Hal itu disampaikan, Dr Nirwan Syafrin Manurung, Dosen Pascasarjana UIKA Bogor/Peneliti Instue Thought and Civilization saat menjadi pemateri dalam kegiatan seminar nasional kerjasama UISU dengan International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia di Auditorium UISU Jalan SM Raja Medan kemarin (5/10).
Seperti dilansir RMOLSumut. Seminar yang dibuka Rektor UISU, Dr. H. Yanhar Jamaluddin, MAP dihadiri Ketua Umum Yayasan Prof Dr. Ismet Danial Nasution, Wakil Rektor, dan ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi dan unsur perbankan.
Seminar dengan tema Ekonomi Digital dalam Perspektif Islam itu juga menghadirkan pembicara lain seperti, Hendri Tanjung, PhD dari Universitas Ibnu Kaldun dengan topik Ekonomi Digital dalam Perspektif Islam. Dr Hafas Furqani MEc, dari UIN Ar Raniry, dengan topik, Developing Islam Ekonomic As a Body of Knowledge: Foundations and Methodology.
Masih menurut Nirwan Syafrin, pembeda utama epistimologi Islam dengan epistimologi Barat terletak pada penempatan wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan. Epistimologi islam menekankan fungsi dan validitas wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan. Bahkan bagi islam wahyu adalah pijakan pertama dan utama epistimologi islam.
Ditegaskannya, maksud Alquran sebagai sumber ilmu pengetahuan adalah bahwa kita bisa memperoleh kebenaran atau ilmu dari Alquran. Terutama sekali pada persoalan-persoalan yang berbau metafisis seperti mengenai Tuhan, malaikat, Jiwa Manusia, dan sejarah manusia masa lalu. Manusia tak dapat mengetahui semua ini hanya dengan akal atau indera semata. Karena alam metafisika di luar jangkauan kedua sumber ini. Kita juga tidak tahu seperti apa wujud Tuhan kecuali diskripsi yang diberikan-Nya kepada kita melalui wahyu-Nya dalam Alquran atau hadis. Tanpa wahyu kita buta sama sekali akan Tuhan. Karena bersumber dari yang maha Tahu, maka mustahil salah dan wahyu bisa dijadikan sumber untuk memformulasikan teori-teori keilmuan,”ucapnya.
Sementara itu, Rektor UISU Dr Yanhar Jamaluddin, MAP ketika membuka seminar tersebut menyatakan, dunia hari ini sedang menuju ekonomi digital. Pelayanan ini menantang Indonesia pada persaingan global. Produk lokal harus mampu bersaing secara global.
Dr Hafas Furqani, M.Ec pada kesempatan itu memaparkan bahwa perbedaan ekonomi yang dibangun Barat dengan ekonomi Islam terletak pada etika. Ekonomi Islam dibangun dengan dasar etika kewahyuan, sedangkan barat dibangun berdasarkan pada materialistic,”ujarnya. Dia berpandangan bahwa pentingnya membangun Ilmu Ekonomi yang didasarkan pada nilai-nuilai keislaman, karena ekonomi yang dibangun dunia Barat telah gagal membawa pada kesejahteraan hidup manusia yang sesungguhnya.
Sementara itu, Ketua IIIT Indonesia, Drs. Mohammad SIddiq, MA secara gambalang menjelaskan bahwa pihaknya siap bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada untuk. Sebab itu, pihaknya mengapresiasi apa yang telah digagas UISU dengan IIIT. Namun, Mohammad Siddiq, MA juga mengingatkan agar kegiatan seperti ini dapat dilakukan secara kontinu dan berkelanjutan dengan melibatkan lembaga pendidikan lain dan unsur-unsur perbankan yang memiliki perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam perspektif islam. Kita memiliki sumber daya yang memiliki kompetensi dari berbagai disiplin ilmu, baik ekonomi, kedokteran, social dan disiplin ilmu lainnya. Kita siap bekerjasama dan menghadirkan pembicara sesuai dengan kebutuhan,”jelasnya.[dar]
KOMENTAR ANDA