Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dituntut serius melakukan upaya peningkatan pelayanan dan kesehatan bagi para ibu hamil.
Sebab, angka kematian ibu masih sangat tinggi, terutama di daerah-daerah.
Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan atau yang dikenal dengan Antenatal Care (ANC) dinilai belum maksimal. Sehingga berimplikasi pula pada tingginya Angka Kematian Ibu (AKI).
Esther Lenny, salah seorang petugas kebidanan yang bertugas di daerah, menuturkan, kondisi alam dan jarak dari permukiman penduduk, dengan fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) tingkat pertama sering kali menjadi kendala dalam pelayanan pemeriksaan kehamilan.
Menurut wanita yang tengah mengambil studi di Magister Manajemen Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Sint Carolus, Jakarta Pusat ini, di daerah tempatnya bertugas, di Sulawesi, sangat terasa minimnya kepedulian pempus dan pemda setempat dalam memberikan pelayanan kepada ibu-ibu hamil.
Padahal, dalam Tujuan Pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs), di poin tujuan ke tiga, yang menjadi fokusnya adalah masalah kesehatan ibu dan anak (KIA).
Sejauh ini diakuinya memang pempus sudah mempunyai perhatian besar terhadap KIA, namun masih kurang mampu mempengaruhi perhatian dari pemda.
"Padahal Pemda memiliki kewenangan, dana dan sebagai ujung tombak penyedia layanan publik maupun kebijakan program pemerintah, serta paham betul terhadap permasalahan yang ada di wilayahnya," tutur Esther, Sabtu (6/7).
Esther menyarankan, untuk mengatasi persoalan itu, perlu sejumlah kebijakan prioritas yang dilakukan di antaranya peningkatan cakupan pemahaman masyarakat terkait kesehatan antenatal melalui media, penguatan sistem rujukan dengan melihat jarak keterjangkauan fasyankes atau membuat rumah singgah.
Peran dan fungsi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan rumah singgah bagi pelayanan Ibu-Ibu hamil perlu dimaksimalkan.
"Misalnya soal jarak, jika masih jauh ke Puskesmas, maka diperlukan Rumah Singgah untuk pelayanan kepada ibu hamil, sampai nantinya tiba saatnya dibawa ke Puskesmas," ujarnya.
Di Indonesia, berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus atau SUPAS tahun 2015, jumlah AKI pada tahun 2010 terdapat 346 per 100 ribu kelahiran hidup. Pada tahun 2015 meningkat sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Tercatat dalam data rutin tahun 2016 jumlah kematian ibu 4.912 dan pada tahun 2017 4.167.
"Jika melihat angka tersebut, dapat dikatakan kegagalan program MDGs berlanjut pada SDGs dalam ketercapaian tujuan menurunkan AKI,” tutur Esther.
Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) tahun 2016 mencatat, persalinan di rumah sebesar 20,7 persen, di puskesmas 8,9 persen.
“Data itu menunjukkan, masih rendahnya persalinan di Puskesmas dan masih ada persalinan dilakukan di rumah yang sangat beresiko,” ujar Esther.
Kemudian, sistem rujukan yang masih kurang. Terdapat 31 persen kematian Ibu karena rujukan yang kurang berjalan sehingga mengalami keterlambatan penanganan. Sebanyak 74 persen ibu meninggal setelah fase golden period. [dar]
KOMENTAR ANDA