Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Sumut nomor urut 2, Djarot Saiful-Sihar Sitorus (DJOSS) mulai menunjukkan buah dari perjuangan politiknya jelang pemilihan tanggal 27 Juni 2018 mendatang.
Selain terlihat di permukaan, tren positif DJOSS ditegaskan oleh hasil survei yang dikeluarkan oleh Indo Barometer. Dalam survei tersebut, elektabilitas DJOSS berhasil menyalip Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas), 26 % berbanding 25,8 %.
Menurut pengamat politik yang juga merupakan akademisi UIN SU Faisal Riza, tren positif itu diperoleh berkat maksimalnya kerja-kerja tim pemenangan DJOSS.
"Tim jarot ini saya lihat bekerja dari dua dimensi. Satu dari politik sebagai persepsi. Kedua, politik Real. Dimensi pertama mengandaikan kerja media yang massif dan efektif. Kerja kedua turun ke kantong suara yang riel untuk mengambil hati rakyat Sumut," katanya saat diwawancarai RMOLSumut.com, Kamis (26/3).
Selain itu, sisi psikologis kepartaian DJOSS dan diri Djarot pribadi, dinilai Faisal Riza juga turut memberi kontribusi besar terhadap munculnya tren positif tersebut.
"DJOSS itu hanya didukung oleh PDIP dan PPP. Setelah PPP melakukan penolakan, praktis PDIP bergerak sendiri. Keadaan ini secara psikologis merupakan pemicu kerja keras mesin partai. Selain itu figur Djarot yang bukan putra sumut juga menjadi pemicu bagi tim kerja untuk bergerak lebih gigih dan kreatif," jelasnya.
Sementara kubu Eramas, bagaikan layu sebelum berkembang. Pasalnya, kerja-kerja yang dijalankan oleh tim pemenangan Eramas yang telah dilakukan jauh hari sebelum kubu DJOSS, belum memperlihatkan hasil yang signifikan.
Hal tersebut dinilai Faisal Riza, dapat terjadi karena komposisi partai politik pendukung yang terbilang "gemuk" itu, malah membuat gerakan Eramas lambat.
"Saya kira Eramas juga menjalankan keduanya. Tetapi, dukungan partai yang gemuk mungkin nampak menjadi penghambat untuk kerja lebih cepat," demikian Faisal Riza. [rtw/rmolsumut]
KOMENTAR ANDA