Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu mengaku miris dengan kondisi penguasaan pemerintah di sektor minyak dan gas. Menurut dia, penguasaan Pertamina sebagai badan usaha milik negara (wakil pemerintah) hanya 25 persen dari seluruh ladang minyak yang ada. Kondisi ini menurutnya semakin memprihatinkan mengingat hal yang sama juga terjadi dalam penguasaan sumber daya lainnya seperti sal tanah dan perkebunan di Indonesia yang juga sudah banyak diambil asing.
"Saya mau ungkapkan bahwa penguasaan Indonesia di sektor minyak dan gas itu hanya 25 persen. Selebihnya 75 persen dikuasai oleh asing. Sekarang yang sedang dicermati netizen dan masyarakat adalah pernyataan Pak Prabowo Subianto bahwa Indonesia akan bubar 2030. Harusnya ini tidak jadi polemik, karena jangankan 2030, kalau melihat kedaulatan Indonesia yang banyak dikuasai asing kita bisa bubar lebih cepat," katanya melalui rilis kepada redaksi, Jumat (23/3)
Dia menganalogikan bagaimana kalau misalnya dengan impor bahan bakar yang harus dilakukan setiap hari tidak lagi terpenuhi. "Atau kita sudah tak bisa impor bahan bakar lagi. Atau negara sudah tak punya uang untuk mengimpor. Apa tak bubar negara ini. Di sektor migas saya tahu benar, pengelola terbesar itu dari asing," ujarnya.
Menurut Gus Irawan yang juga wakil ketua Fraksi Gerindra di DPR-RI itu, sistem ekonomi Indonesia ini sudah menyimpang. Kita tidak lagi berpegang teguh pada UUD 1945 terutama pasal 33.
"Ekonomi kita sangat liberal. Perlu saya sampaikan lagi sektor energi, sumber daya alam dan mineral itu 85 persen dikuasai asing. Kemudian tambang minyak dan gas kita 75 persen oleh asing. Sisanya 25 persen oleh Pertamina. Bagaimana kita mau berdaulat," kata dia.
Itu sebabnya ekonomi Indonesia ini secara fundamental tidak kuat sehingga menurutnya wajar selalu menyatakan miris dengan penguasaan energi dan migas di Indonesia.
"Kalau kalian bertanya kenapa saya selalu khawatir, selalu miris dan selalu ingin kita berdaulat secara energi. Jawabannya karena saya Gerindra. Filosopi kami itu di pasal 33 UUD 1945," jelasnya.
Dalam UUD itu jelas pasal 1 membicarakan bahwa ekonomi itu berasaskan kekeluargaan. "Kita lebih banyak liberal kok. Jadi wajar asumsi yang menyatakan kita pun sudah melanggar pasal ini. Ayat 2 menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan ayat 3 cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sekarang kita analisis saja," tambahnya.
"Pasal-pasal itu menjelaskan harusnya kekayaan alam dikuasai negara. Apakah sektor migas menguasai hajat hidup? Iya menguasai hajat hidup orang banyak. Apakah energi itu menguasai? Iya sama. Soal pangan, soal air, semua itu sumber kehidupan. Harusnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk hajat hidup orang banyak," sambung Gus.
"Separuh dari kebutuhan bahan bakar diimpor, apakah masih berdaulat. Lalu penguasaan negara atas sumber-sumber migas hanya 25 persen. Atau secara total sumber migas, energi, dan mineral penguasaannya hanya 15 persen. Tidak bisa kita bayangkan kalau orang lain menutup impor bahan bakar ke negara ini. Gelaplah kita semua," sebutnya.
"Jangan heran kalau banyak yang menyatakan negara ini sebenarnya mau collaps. Kalau energi, migas dan mineral sudah dikuasai asing, masih berani kita menyebut negara yang berkedaulatan. Sudah 73 tahun kita merdeka. Tapi makin miris tata kelolanya," demikian Gus Irawan. [rtw/rmolsumut]
KOMENTAR ANDA