Kegiatan perorangan dengan meminjamkan uang berikut bunga tinggi atau kerap disebut rentenir berkedok badan usaha koperasi, tumbuh subur di beberapa kota yang ada di Sumatera Utara.
Padahal, dengan bunga pinjaman tinggi hingga mencapai 20 persen, itu sudah diluar batas rata rata yang dijalankan badan usaha Koperasi. Hal ini terungkap dari penuturan beberapa pedagang dikawasan Pasar Tavip dan Pasar Pagi Kebun Lada.
Menurut informasi yang diperoleh, kegiatan Rentenir berkedok koperasi simpan pinjam ini terkesan usaha yang menggiurkan. Apalagi konsumen yang terjerat” menjadi nasabah para Rentenir kebanyakan adalah warga yang berpenghasilan tidak tetap dan mendadak butuh uang cepat.
Dengan modus membantu tapi memberikan bunga 20 persen, Rentenir bisa meraup keuntungan besar walau melanggar ketentuan peraturan yang ada.
"Karena butuh uang mendadak untuk modal jualan terpaksa saya pinjam sama Rentenir. Walau bunganya besar, tapi prosesnya cepat dicairkan tanpa banyak proses," ujar Morales, pedagang sayur mayur di Pasar Tavip Binjai.
Parahnya, untuk menjadikan usahanya aman dari jerat hukum, si Rentenir nekat berlindung dengan menyeret nama badan usaha koperasi. Padahal, besaran bunga pinjaman jika menurut ketentuan yang rata rata dijalankan badan usaha koperasi hanya 1 sampai 2,5 persen per bulannya.
"Rata rata bunga pinjaman yang dijalankan koperasi hanya 1 hingga 2,5 persen per bulan," sebut Kepala Koperasi kota Binjai Drs Eka Edi Saputra di dampingi kabid koperasi Drs M Roni Nasution, saat di konfirmasi awak media di ruang kerjanya, Selasa (27/2).
Menurut Eka, untuk mengantisipasi maraknya aksi Rentenir berkedok koperasi yang Berkantor di tengah tengah pemukiman masyarakat dengan menyewa sebuah rumah besar untuk berkantor dan menjalankan kegiatan mereka kepada masyarakat yang membutuhkan dana cepat sehingga bisa menyengsarakan masyarakat, pihaknya kerap melakukan monitoring dan pengawasan, apakah kegiatan mereka betul betul Koperasi berbadan hukum atau tidak.
"Koperasi di kota Binjai sebanyak 132 yang terdaftar dan tersebar di 5 Kecamatan dari semula 220 dan UKM nya 8.228. Dalam setahun, setidaknya sebanyak 4 kali petugas Dinas Koperasi dan UKM, turun untuk melakukan monitoring kepada koperasi yang terdaftar," beber Eka Edi Saputra.
Tak hanya itu, sambungnya, sanksi bagi pihak koperasi juga sangat berat jika dalam 3 tahun berturut turut tidak memberi laporannya ke Dinas Koperasi dan UKM.
Bahkan, jika tidak dijalankan lagi, akan dilaksanakan pembenahan organisasi yang berujung diusulkan ke Kementerian Koperasi dan UKM untuk dibubarkan.
"Pada tahun 2017 lalu, dari 220 koperasi, ada 89 koperasi di bubarkan karena tidak melaksanakan RAT dan tidak mematuhi peraturan yanng lain, sehingga Koperasi yang terdatar sampai tahun 2018, ada 132 Koperasi di kota Binjai," demikian.[rtw/rmolsumut]
KOMENTAR ANDA