Penangkapan dan penahanan Siwaji Raja diprotes tim pengacara. Tim pengacara menuding penyidik Polrestabes Medan bertindak sewenang-wenang dan melanggar hukum.
"Nggak usah dianalisa panjang lebar. Tindakan penyidik merupakan bentuk kriminalisasi, perbuatan sewenang-wenang, dan melanggar hukum," kata pengacara Raja, Elza Syarief di kantornya, Jalan Latuharharu, Jakarta, Kamis (16/3).
Elza menuturkan Raja yang ditahan sejak Minggu, 24 Januari 2017, keluar dari Rumah Tahanan Polisi (RTP) Mapolresta Medan setelah permohonan praperadilannya dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Medan pada 13 Maret 2017. Namun baru selangkah meninggalkan gerbang pintu Polrestabes, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sumatera Utara ini kembali ditangkap beberapa polisi berpakaian preman.
Polisi beralasan penangkapan dilakukan karena memiliki novum atau alat bukti baru untuk menjerat Raja sebagai tersangka yang diduga sebagai otak pembunuhan Indra Gunawan alias Kuna.
"Bukti baru yang mana? Ingat, saksi au de tum tidak bisa digunakan sebagai bukti," ujar Elza.
Perbuatan polisi, masih kata Elza, telah mencederai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Kliennya kembali ditangkap dan ditahan tidak sampai 1x24 jam pasca keluarnya putusan hakim praperadilan PN Medan.
"Polrestabes Medan sebagai termohon belum melaksanakan seluruh isi putusan pengadilan. Belum ada rehabilitasi nama baik dan tidak membayar uang pengganti 1 juta kepada kami. Tapi, klien kami langsung ditangkap lagi," katanya.
Karena dinilai sewenang-wenang dan melecehkan hukum karena tidak menghormati putusan pengadilan, Elza pun mengadukan masalah ini kepada Presiden, Kapolri, Kabareskrim Propam Polri, dan Kompolnas. Laporan juga disampaikan ke Komnas HAM karena masalah ini mengarah pada pelanggaran HAM.
"Dahsyatnya lagi yang melecehkan hukum, penegak hukum. Karenanya kami juga berencana melakukan hearing dengan komisi III DPR. Tentu kami juga akan kembali mengajukan praperadilan," tukas Elza.[rgu]
KOMENTAR ANDA