"Partai Golkar harus mengambil sikap Tabayun dan sepenuhnya menyerahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan terkait kasus mega Korupsi E KTP yang merugikan negara sebesar 2,1 Trilyun," kata fungsionaris DPP Partai Golkar, Samsul Hidayat dalam rilisnya, Jumat (10/3).
Kalau tidak, Partai Golkar akan dipertanyakan komitmennya dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia.
"Komitmen Partai Golkar dalam menegakan supremasi hukum dalam pemberantasan Korupsi harus dibuktikan dan dikawal. Oleh karenanya terkait dengan politisi Golkar dan Ketua Umum Partai Golkar harus disikapi sebuah koreksi serius," tegasnya.
Untuk itu, lanjut Samsul saat ini ketaatan Partai Golkar terhadap hukum terkait kasus e-KTP sedang diuji. Bukan itu saja kini partai-partai juga sedang disorot masyarakat dan bisa jadi jika langkahnya tidak benar akan dihukum di Pemilihan Legislatif 2019 nanti.
"Untuk itu mekanisme Partai harus dikedepankan apabila dalam persidangan ada peningkatan status dari tertuduh menjadi tersangka, maka jelas secara etika, Peraturan Organisasi dan pengedepanan wibawa Partai Golkar. Maka tidak ada alasan, Ketum Setya Novanto harus mengundurkan diri dari jabatan ketua umum DPP Partai Golkar," ujarnya.
Samsul menilai, semua kembali kepada DPP Partai Golkar yang memang seharusnya mempersiapkan langkah menghadapi kemungkinan terburuk.
"Saya yakin Setya Novanto sebagai kader yang juga seorang negarawan tentunya tidak ingin Partai Golkar terbebani oleh kasus yang dihadapinya, karena sangat berdampak besar dalam pemenangan Pilkada serentak 2018 dan tentunya Pileg dan Pilpres 2019" jelasnya.
Suara Rakyat Suara Golkar, tambah Samsul tentunya tentunya harus tercermin dalam sikap Golkar terkait kasus hukum e-KTP ini, sebab seluruh Rakyat Indonesia mengutuk perbuatan Korupsi itu.
"Jangan biarkan Partai Golkar tenggelam menjadi Partai gurem karena perilaku Korupsi, masih ada ratusan bahkan ribuan stok Kader Partai Golkar yang bersih dan mampu memimpin Suara Rakyat," tutupnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA