post image
KOMENTAR
JUJUR saja, penulis juga baru menyadari bahwa ada sisi ngawur dalam seleksi KPU / Bawaslu 2017-2022 yang sedang berlangsung dan sudah sampai tahapan di Komisi II DPR. Ngawur yang tampaknya punya potensi besar fatal.

Bukan dari sisi pribadi Panitia Seleksinya. Pansel diisi oleh tokoh yang memiliki segalanya sebagai Pansel. Kapasitas keilmuan, moralitas, independensi, profesionalitas, kejujuran, dan keadilan yang nampaknya menghiasi pribadi-pribadi Pansel yang dipimpin Prof. Dr. Saldi Isra tersebut.

Bukan juga dari segi proses dan materi seleksinya. Proses seleksi sudah dijalankan sesuai ketentuan hukum. Tidak ada ketentuan hukum dan perundang-undangan yang dilanggar. Transparansi dan partisipasi publik selama proses seleksi sangat bagus. Materi tes sangat berkelas, baik pengetahuan, tes kesehatan, maupun tes phsikologi. Pemilihan materi uji tes pengetahuan menunjukan pembuat soal dan Pansel memiliki kualifikasi keilmuan mumpuni. Tes kesehatan dilaksanakan sampai dua tahap oleh Rumah Sakit Kepresidenan Republik Indonesia, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta. Tes phsikologi luar biasa detail oleh pusat phsikologi Angkatan Darat, kayak tes untuk mau jadi Jenderal Komando saja malah.

Juga bukan dari segi kualifikasi pendaftar. Pendaftar rata-rata adalah orang-orang terbaik dalam bidang pemilu. Dan yang terpilih, menurut hemat penulis, orang-orang hebatnya dalam bidang pemilu yang dimiliki Indonesia saat ini.

Sisi ngawurnya, menurut hemat penulis, ada pada sisi UU yang digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan seleksi KPU/Bawaslu tersebut yang tidak patut dan elok.

Saat ini pemerintah dan DPR sedang bersemangat untuk merumuskan semacam Kitab Undang Undang Hukum Penilihan Umum (KUHPU) sebagai satu-satunya UU yang mengatur seluruh hal terkait pemilu di Indonesia. Mengatur Pilpres, Pilkada, Pileg, termasuk mengatur Penyelenggara Pemilu, dalam satu naskah UU. LSM-LSM dan lembaga-lembaga yang terkait dan punya konsen pada bidang pemilu terlibat aktif dalam perumusan naskah UU KUHPU tersebut. Ya, terlibat aktif dalam perumusan. KUHPU memang bukan sekedar menggabungkan empat UU yang sudah ada kedalam satu UU. Dan perumusan UU KUHPU itu ditargetkan selesai dan berlaku mulai April atau Mei 2017 ini. Disinilah titik ngawur yang fatal itu berada.

Seluruh materi terkait Penyelenggara Pemilu sedang dirumuskan ulang dalam KUHPU, termasuk segala hal terkait dengan jumlah dan persyaratan Anggota KPU/Bawaslu, termasuk bagaimana komposisi dan bagaimana proses seleksi KPU dan Bawaslu itu harus dijalankan.

Pertanyannya, bagaimana mungkin anggota KPU dan Bawaslu dipilih melalui proses dan persyaratan yang merujuk pada UU yang hampir pasti akan dinyatakan tidak berlaku persis pada saat Anggota KPU dan Bawaslu itu akan dilantik. Bukankah Anggota KPU itu seharusnya diseleksi mengikuti prosedur dan kualifikasi sesuai UU yang akan berlaku pada saat selama mereka menjabat?.

Jangan lupa, KPU dan Bawaslu 2008-20013 dipotong masa kerjanya satu tahun dan dinyatakan berhenti tahun 2012 adalah juga agar KPU / Bawaslu yang menjalankan tugas sesuai dengan UU Penyelenggara Pemilu yang baru saja diundangkan waktu itu yaitu UU Nomer 15 Tahun 2011.

KPU dan Bawaslu 2017-2022 seharusnya dan sepatutnya diseleksi sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang digaruskan UU KUHPU, bukan UU lama yang 1-2 bulan kedepan tidak akan berlaku lagi. Harusnya diseleksi sesuai prosedur dan persyaratan UU yang akan menaungi mereka bekerja selama lima tahun kedepan, bukan berdasarkan UU yang akan tidak berlaku persis bersamaan dengan KPU / Bawaslu 2017-2022 mulai bekerja, terkecuali seluruh prosedur dan persyaratan seleksi KPU / Bawaslu dalam UU KUHPU yang baru sama persis dengan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu tanpa ada sedikitpun perbedaan.

Sedikit saja ada perbedaan substansi, baik substansi prosedur seleksi maupum substansi persyaratan, antara UU KUHPU dengan UU Nomer 15 Tahun 2011 maka KPU dan Bawaslu hasil seleksi berdasarkan UU Nomer 15 Tahun 2011 akan bermasalah dari sisi moralitas sebagai Penyelenggara Pemilu selama kurun waktu 2017-2022. Hal ini, sekali lagi, tidak terlepas dari sangat mepetnya antara pelantikan KPU / Bawaslu 2017-2022 dengan pengesahan UU KUHPU yang juga mengatur PenyelenggarabPemilu.

Intuisi penulis, jika ini dipaksakan, dampaknya akan sangat serius pada moralitas penyelenggara pemilu secara keseluruhan selama lima tahun kedepan. Jangan dilupakan, nilai-nilai etis dan nilai-nilai kepatutan memiliki legitimasi jauh diatas sekedar norma pasal-pasal hukum positif. Dan bangsa Indonesia tentu tidak mau bermain-main api terkait penyelenggaraan pemilu selama lima tahun kedepan, 2017-2022. Benar tidak ada hukum positif yang dilanggar, tetapi mengabaikan hal ini hanya menunjukan bahwa betapa sembrono dan ngawurnya kita sebagai bangsa dalam melihat dan memaknai hukum, khususnya hukum dalam bidang pemilu, lebih khusus lagi dalam hukum penyelenggara pemilu.

Penulis juga tidak tahu bagaimana solusi yang terbaik mengenai hal ini. Seleksi sudah selesai, Presiden juga sudah menyerahkan nama-nama Calon KPU dan Bawaslu ke DPR untuk di ​fit and proper test​. Namun penulis yakin, selama kita bersungguh-sungguh pasti ada jalan terbaik.

Negara Indonesia adalah negara demokrasi besar dengan potensi sangat besar. Jika Indonesia bisa menempatkan dan memperlakukam hukum pemilu pada tempat mulia, menempatkan hukum pemilu secara benar dan patut dalam proses pemilu, dan masyarakat internasional melihat bagaimana bangsa Indonesia menerapkan hukum secara benar dan patut itu tanpa ada sedikitpun membuka penilaian bahwa hukum pemilu dijalankan secara ngawur dan sembrono, dan ditambah semua penyelenggara negara dan segenap elemen bangsa mengahayati dan menjalankan tugas sebagai Petugas Konstitusi, maka tak menutup kemungkinan dimasa depan Indonesia dengan nilai-nilai yang ada dalam UUD 1945 akan menjadi Pemimpin Dunia dan Sumber Inspirasi Dunia karena berhasil mewujudkan demokrasi unggul berperadaban Indonesia, sebagaimana secara umum sudah ditekadkan Pemuda Politisi Anggota Parlemen Seluruh Indonesia pada 4 November 2010 silam dalam "Tekad Suci Untuk Indonesia" dalam acara resmi kenegaraan yang dihadiri petinggi negeri termasuk Kepala Negara.

Semoga nilai-nilai demokrasi unggul berperadaban Indonesia hidup subur di bumi pertiwi ini, dan Indonesia Pemimpin dan Inspirasi Dunia segera terwujud, Amien. [***]

Penulis merupakan Redaktur Khusus Kantor Berita Politik RMOL, Sekjen Community for Press and Democracy Empowerment (PressCode), Ketua Panpel Tekad Suci Untuk Indonesia​

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini