KENAPA saya harus menyatakan kalimat kasar Tuan Rumah Yang Bodoh? Karena kita benar-benar kehilangan etika pergaulan diplomatik dengan menghadirkan Ahok sebagai bagian dari tim penyambut Raja Salman di Bandara Halim Perdanakusuma. Faktanya Ahok itu terdakwa. Buktinya persidangannya sedang berlangsung. Jadi jangan berkilah soal belum keluar putusan hukum tetapnya. Kita tidak punya etika pergaulan sama sekali ketika menyodorkan kehadiran terdakwa dalam sebuah pertemuan antar negara. Bodoh luar biasa!
Bahwa protokol penyambutan menyatakan harus dihadiri oleh gubernur setempat, maka dengan mudah jika ada kendala bisa digantikan oleh wakil gubernur. Tidak perlu memaksakan diri bahwa harus Ahok hadir di situ. Dan ini kejadian kedua yang buruk luar biasa setelah Ahok dan Presiden Jokowi duduk bersama dalam mobil kepresidenan. Bukan persoalan bahwa Jokowi dan Ahok berteman sangat baik, tapi norma kenegaraan tetap harus dijaga. Ini bukan kegiatan pribadi yang terserah gue mau ajak siapa.
Ini juga yang menjelaskan sekali lagi kenapa Ahok wajib dibebastugaskan sementara selama masa persidangannya. Untuk memudahkan berbagai protokol kenegaraan baik yang bersifat lokal, nasional dan internasional agar tidak kehilangan kehormatan dan kepantasan gara-gara dihadiri seorang terdakwa.
Harus diingat ini bukan spesifik ke Ahok, tapi berlaku secara umum. Karena kegiatan kenegaraan harusnya seluruhnya merupakan kegiatan-kegiatan positif. Tidak patut dihadiri atau bahkan sampai diresmikan oleh orang yang sedang dalam catatan hukum yang sedang berjalan.
Di sisi lain harusnya kita, khususnya Presiden Jokowi, malu dan minta maaf sebesar-besarnya kepada Raja Salman karena memaksa beliau secara tak langsung untuk menyalami seorang terdakwa penista Agama Islam. Seseorang yang kalau di negara Saudi Arabia, jangankan bisa bersalaman dengan Sang Raja, direspon maafnya secara tertulis saja belum tentu.
Raja Salman sangat arif. Dia tidak mau menepis tangan Ahok atau membuang muka dari Ahok. Dia tentu sangat menghormati hubungan baik Saudi Arabia dengan Indonesia. Dia tentu saja tidak mungkin merusak hubungan baik 250 juta penduduk Indonesia dengan 30 juta penduduk Saudi hanya gara-gara Jokowi ngotot menyodorkan kehadiran seorang terdakwa seperti Ahok dalam seremoni resmi.
Tentu kita berharap DPR yang mengambil peran untuk mengingatkan Presiden Jokowi bahwa ada fatsun-fatsun politik yang wajib dihormati dan dibangun dalam proses formal bernegara. Tapi apa masih bisa kita berharap kepada DPR yang bahkan meloloskan Hak Angket tentang status Ahok saja tertatih-tatih? ***
Penulis adalah alumni ITB, mantan aktivis mahasiswa, pemerhati politik nasional.
KOMENTAR ANDA