Kim Jong-Nam yang merupakan kakak tiri pemimpin Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) Kim Jong-Un meninggal dunia akibat aksi penyerangan oleh dua wanita saat berada di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), Malaysia pada Senin, 13 Februari.
Hingga kini pembunuhan pria berumur 46 tahun tersebut masih menyisakan teka-teki terkait motif dan pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum.
Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Teguh Santosa menjelaskan, terdapat beberapa kemungkinan teori yang melatarbelakangi bahwa hidup Kim Jong-Nam harus diakhiri. Apabila didasarkan pemahaman umum terhadap situasi mutakhir di Semenanjung Korea. Pertama, pembunuhan Kim Jong-Nam bisa dikatakan sebagai peristiwa kriminal biasa. Mengingat profil Kim Jong-Nam yang dalam berbagai pemberitaan media dalam dan luar negeri disebutkan gemar berpetualang, bahkan sering dengan menggunakan paspor palsu, gemar main perempuan, gemar berjudi, dan kerap membuat onar.
"Tingkat validitas teori ini kuat," katanya kepada redaksi, Jumat (17/2).
Kedua, Teguh menyebutnya sebagai teori pembunuhan politik varian A yang didalangi rezim Korea Utara untuk menyingkirkan Kim Jong-Nam. Sebab, sosoknya digambarkan sebagai pemberontak dan berpotensi mengganggu dan merebut kekuasaan dari Kim Jong-Un.
"Tingkat validitas teori ini lemah. Kelemahan utamanya terletak pada keterlibatan dua wanita non Korut sebagai eksekutor. Pihak Korut sangat tertutup dan sulit melibatkan pihak lain. Apalagi untuk operasi seperti ini," jelasnya.
Terakhir, menurut Teguh, teori pembunuhan politik varian B yang didalangi pihak-pihak lain di luar Korut. Atau secara sederhana disebut sebagai pihak-pihak yang ingin menyudutkan pemerintah Korut.
"Tingkat validitas teori ini sangat kuat. Ada kemungkinan kedua eksekutor adalah bagian dari operasi atau bisa juga diarahkan dan didesain sehingga melakukan pembunuhan," bebernya.
Menurutnya, lokasi pembunuhan di KLIA yang merupakan salah satu bandar udara paling sibuk di dunia juga memperkuat teori terakhir. Karena tujuannya adalah untuk blow up kasus. Apalagi modus pembunuhan yang digambarkan dalam berbagai pemberitaan terlalu dramatis.
"Bagi Korea Utara, sejauh ini Kim Jong-Nam dan his secret identity adalah fantasi lain yang dikembangkan musuh-musuh mereka," tegas Teguh yang juga dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kim Jong-Nam tidak sadarkan diri setelah mendapat serangan dari dua wanita yang menyemprotkan cairan ke wajahnya. Dia meninggal dunia dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Putrajaya dalam upaya pertolongan.
Kepolisian Malaysia telah menangkap dua wanita yang diduga terlibat penyerangan Kim Jong-Nam. Salah satunya diketahui memiliki paspor Indonesia bernama Siti Aisyah asal Serang, Banten kelahiran 11 Februari 1992. Dia ditangkap pada Kamis (16/2) dini hari waktu setempat. Sebelumnya, pada Rabu (15/2) pagi waktu setempat, seorang wanita juga ditangkap di KLIA saat akan terbang menuju Vietnam. Wanita itu kedapatan membawa paspor Vietnam dengan nama Doan Thi Huong kelahiran Nam Dinh pada Mei 1988. Tidak diketahui pasti keaslian dokumen tersebut.
Kepolisian juga telah menangkap seorang pria Malaysia yang disebut merupakan kekasih Siti Aisyah. Serta masih memburu sejumlah warga asing lain yang diduga terkait pembunuhan tersebut.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA