Real Estate Indonesia (REI) berharap kebijakan pajak progresif untuk tanah menganggur tidak mengganggu iklim investasi dan proyek para properti. Kriteria tanah menganggur perlu diperjelas sebelum aturan itu disahkan.
Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata mengatakan, pemerintah belum memberikan gambaran yang tegas dan jelas mengenai rencana penerapan pajak progresif tanah menganggur. Jika kriterianya tidak jelas akan menganggu iklim investasi properti.
"Kami harap pemerintah buat dulu kriteria yang jelas terkait objek tanah yang dianggap menganggur itu. Kita biarkan dulu pemerintah bekerja lalu kita lihat seperti apa keputusannya itu," kata Soelaeman di Jakarta, kemarin.
Pria yang akrab dipanggil Eman ini mengaku, sampai sekarang belum mendapatkan undangan langsung dari pemerintah untuk berkomunikasi mengenai rencana tersebut.
"Kami belum memberikan usulan apa pun kepada pemerintah. Tapi kalau pemerintah membutuhkan masukan, kami siap memberikan," ujarnya.
Eman menjelaskan, pengembang melihat tanah sebagai bahan baku dasar dari pembangunan, bukan hanya sebatas motif keuntungan saja. Dan, dalam melakukan pembebasan lahan, pengembang sudah melalui prosedur panjang dari izin lokasi, berdasarkan tata ruang yang diatur pemda, dan memiliki masterplan.
Eman menambahkan, selama ini pelaku usaha di sektor properti telah memberikan kontribusi bagi negara. Tidak hanya sebagai agen pembangunan, tetapi terbukti juga sudah membuka banyak lapangan kerja dan salah satu penyumbang pajak utama untuk negara.
Apalagi, industri properti juga berdampak terhadap bergeraknya 174 usaha turunannya dari mulai persiapan pembangunan berlangsung hingga pasca pembangunan. "Karena itu, REI berharap pemerintah juga mempertimbangkan kontribusi pengembang bagi pembangunan bangsa dalam menyusun setiap aturan," tukas Eman.
Pengamat properti Ronny Wuisan mengatakan, kebijakan pajak progresif tanah menganggur dinilai akan menjadi beban bagi pengembang properti. "Justru ini nantinya malah akan membuat harga rumah semakin melambung," katanya.
Selama ini banyak pengembang yang membeli lahan untuk dijadikan perumahan. Karena di wilayah tersebut belum ada peminat, kata Ronny, maka pengembang menundak pembangunan properti untuk beberapa tahun.
Dalam kondisi seperti itu, pengenaan pajak progresif pada tanah milik pengembang yang belum dibangun perumahan akan menjadi beban usaha properti. Akibatnya, oleh pengembang, pajak tersebut mau tidak mau ke dalam biaya pembangunan properti.
Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) Sofyan Djalil menyebutkan, tujuan pajak progresif ini adalah untuk menghilangkan spekulan di tanah yang tidak produktif. "Nantinya pajak progresif ini akan dikecualikan bagi kawasan industri maupun kawasan perumahan yang lahannya sudah memiliki perencanaan bisnis yang jelas," katanya.[rgu]
KOMENTAR ANDA