post image
KOMENTAR
Fraksi PKS bersama Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PAN menggulirkan Hak Angket DPR tentang Pengaktiafan  Kembali Basuki Tjahja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta alias "Hak Angket Ahok".

Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menilai pengangakatan kembali Ahok bertentangan dengan UU, dan menciderai Indonesia sebagai negara hukum.

"Kami resmi menggulirkan Hak Angket Dewan ini agar Pemerintah bisa menjelaskan kepada publik tentang landasan hukum pengangkatan kembali Saudara Ahok, sehingga jelas dan tidak ada kesimpangsiuran," kata Jazuli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/2).

Ke depan para inisiator akan menggalang dukungan anggota DPR lintas fraksi agar Hak Angket ini dapat segera diproses secara kelembagaan DPR.

Mereka juga akan menggunakan Hak Angket untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak Angket sendiri diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR dan dari dua fraksi.

Menurut Jazuli, berbagai pihak mulai dari tokoh masyarakat hingga pakar hukum tata negara menilai pengangkatan kembali Ahok sebagai gubernur Jakarta cacat yuridis.

"Karena bertentangan dengan Pasal 83 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah," tegasnya.

Adapun bunyi UU 23/2014 Pasal 83 ayat (1), (2), dan (3) itu adalah: (1)  Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan. (3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Berkenaan dengan itu, lanjut Jazuli, status Ahok saat ini adalah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu, yang bersangkutan didakwa pasal 156a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara 5 tahun dan 4 tahun.

Terlebih, tambahnya, pemberhentian sementara ini juga bukan kali pertama tapi sudah lazim dilakukan sebelumnya, seperti kasus Bupati Bogor, Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Banten, Wakil Walikota Probolinggo, Bupati Ogan Ilir, Bupati Subang, dan lain-lain.

"Semuanya diberhentikan tidak lama setelah yang bersangkutan berstatus sebagai terdakwa. Tanpa harus menunggu dan bergantung pada tuntutan yang diajukan Jaksa di persidangan," demikian Jazuli. [hta/rmol]



PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa