Efektifitas Perum Bulog dalam menjalankan fungsi sebagai stabilisator harga komoditas pangan kembali dipertanyakan. Sejumlah langkah pun perlu dilakukan untuk mengoreksi gagalnya fungsi Bulog mencegah fluktuasi harga. Diantaranya penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan pemangkasan jalur distribusi pangan.
Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, aksi penimbunan sejumlah komoditi pangan sebelum masuk pasar bisa saja mengindikasikan adanya permainan yang mempengaruhi harga.
"Harga yang tiba di pedagang dengan yang ditentukan berbeda, ini tanggung jawab Bulog. Dari sini bisa kita liat ada permainan. Bulog itu tidak transparan, mereka menciptakan ruang gelap sendiri," kata Uchok dalam keterangannya, Selasa (7/2).
Dia menekankan bahwa sesuai tugas Bulog berperan dalam sisi distribusi. Namun fungsi tersebut dinilai tidak berjalan baik.
"Dengan kata lain, Bulog yang tak berfungsi dengan baik justru kerap menjadi penghambat atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Harusnya yang dilakukan Bulog itu adalah menjaga stok di pasar," jelas Uchok.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri berpendapat, kelemahan Bulog selama ini adalah tidak memiliki kemampuan mendistribusikan barang sampai ke pasar. Karena itu, menurutnya, Bulog terkesan tak ubahnya dengan pedagang.
"Dia dapat kuota lalu menjualnya ke pengusaha, pengusaha lalu ke pengusaha kecil, baru masuk ke pedagang. Ini juga akan berat. Maka saran kami kalau mau efektif Bulog harus masuk ke pasar. Atau siapapun yang ditunjuk pemerintah mendapatkan kuota, baik itu impor ataupun lokal harus bisa masuk ke titik struktur pasar," jelasnya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Fadhil Hasan menambahkan, selama ini untuk melaksanakan dan memastikan stabilisasi harga komoditas pangan strategis, pemerintah menunjuk Perum Bulog sebagai stabilisator.
"Namun selama ini Bulog kerap tak berhasil melaksanakan tugasnya. Karenanya kesepakatan untuk menetapkan HET komoditas seperti gula bisa dilakukan agar Bulog berhasil menjalankan fungsinya," katanya.
Diketahui, selain kesepakatan HET komoditas gula antara produsen dan distributor, Kementerian Perdagangan juga melakukan pemangkasan jalur distribusi dari produsen ke konsumen. Dengan meningkatkan peran BUMN dan BUMD serta sektor swasta dalam pendistribusian gula.
Pemangkasan juga dilakukan dalam alur impor gula. Jika dulunya harus melalui penugasan ke BUMN, kini Kemendag mengizinkan beberapa pabrik untuk mengimpor langsung gula mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi.
Dengan alasan stabilisasi harga, Perum Bulog akhir tahun lalu mengakuisisi 70 persen saham PT Gendhis Multi Manis (GMM), perusahaan pabrik gula di Blora senilai Rp 77 miliar. Kementerian BUMN menyetujui proses akuisisi pada 30 September 2016 atau sehari setelah surat pengajuan akuisisi dikirimkan Bulog.
GMM nantinya akan menjadi anak perusahaan Bulog. Produk gula yang dihasilkan akan dipasok ke Bulog untuk dijadikan cadangan nasional yang dapat digunakan untuk intervensi pasar saat harga gula tinggi.
Selain melakukan akusisi, Bulog juga menyiapkan lahan perkebunan tebu dengan Perum Perhutani mencapai 12.000 hektar. Kapasitas PT GMM saat ini mencapai 6.000 ton tebu per hari bisa saja ditingkatkan menjadi 10.000 ton tebu per hari.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA