Majelis Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah bersikap secara resmi atas perlakuan terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Purnama alias Ahok, terhadap Ketua Umum MUI yang juga pimpinan tertinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ma'ruf Amin.
Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah, menyebut, tindakan Ahok sudah merendahkan bahkan menyerang martabat warga NU.
"Kami (warga NU) dibangun lewat tradisi yang sopan dan santun, yang disebut etika moral. Kita jalankan di jalan raya, di dalam rumah, bahkan sampai mau masuk kamar mandi," kata Ikhsan dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (4/2), yang digelar salah satu stasiun radio swasta.
Menurutnya, seharusnya Ahok dan tim hukumnya tahu bagaimana memperlakukan ahli, dalam hal ini KH Maruf Amin, di pengadilan.
"Dalam persidangan, saksi itu mutlak adanya. Di sana terungkap fakta sangat penting dari kehadirannya, dan KH Maruf Amin hadir di sana dalam rangka penghormatan kepada hukum. Ini mestinya jadi catatan bagi semua pihak termasuk pengacara jaksa dan hakim di persidangan Ahok," ujarnya.
Bahkan, salah satu kuasa hukum Ahok di persidangan pada Selasa lalu menyebut KH Maruf Amin telah berbohong soal percakapan Maruf dengan Presiden ke-6 RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Harusnya tampilkan transkripnya, dan katakan dari mana data itu diperoleh. Kalau yang saya lihat, itu tindak pidana karena tidak mengkonfirmasi sumbernya. Bahkan dia mengancam akan melaporkan secara hukum. Tampilkan dulu datanya biar adil," tegasnya.
Menurut dia, tindakan Ahok dan tim hukumnya itu tidak etis, tidak elok, brutal dan liar terhadap tokoh agama yang dihadirkan untuk membantu pengungkapan satu kasus penodaan agama.
"Zalim itu pengadilan. Harusnya hakim bertindak, tapi kan tidak. Itu yang membuat kami para santri melakukan protes keras," ungkapnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA