post image
KOMENTAR
Rencana pemerintah mengadakan sertifikasi pada penceramah khotbah salat Jumat memancing pro dan kontra.

Bahkan, Ketua Umum Forum Konstitusi dan Demokrasi (Fokdem), Ismadani Rofiul Ulya, menilai kebijakan itu bisa mendorong lahirnya ideologi islamisme.

Ia meminta pemisahan hubungan antara pemerintah dan agama. Jika pemerintah terlalu memainkan peran dalam hal teknis keagamaan, akan mereduksi fungsi ormas keagamaan dan membatasi hak konstitusional warga negara.

"Masalah agama memang menjadi isu yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim 95 persen. Karenanya, pemerintah juga pejabat publik harus hati-hati ketika menggunakan agama sebagai tujuan tertentu," terang Ismadani dalam penjelasan tertulis yang diterima redaksi.
 
Dia melanjutkan, Islam di Indonesia tidak satu warna melainkan dibungkus satu dalam kebhinnekaan bangsa. Maka tugas negara adalah menekankan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah sesuai dengan nilai-nilai agama.

Wacana kebijakan sertifikasi khatib Jumat berasal dari Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin. Menteri mengatakan, sertifikasi bagi khatib Jumat akan mencegah tindak penghasutan dan provokasi yang dapat memecah belah umat dan NKRI.
 
Ismadani mengakui maksud baik dari kebijakan itu. Namun, ketika kebijakan sudah terlegitimasi, maka akan ada konsekuensi hukum yang mengikutinya. Selain konsekuensi hukum, akan ada konstruksi persepsi dalam masyarakat seiring pemberlakuan sertifikasi. Implikasi jangka panjang tersebut harus dipertimbangkan pemerintah untuk meninjau kembali pemberlakuan sertifikasi.

Fokdem menyarankan kepada pemerintah untuk meninjau ulang rencana sertifikasi khatib, dan mengembalikan ranah agama kepada ormas keagamaan yang sudah terpercaya seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.[rgu/rmol]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini