post image
KOMENTAR
Konsekuensi hukum yang harus ditanggung oknum mahasiswa pelaku tindak kekerasan pada tahun-tahun sebelumnya ternyata belum menjadi pelajaran berharga.

Bahkan ancaman sanksi pemecatan hingga pidana penjara, belum benar-benar menjadi efek jera sehingga tindak kekerasan terutama yang dilakukan senior kepada juniornya masih saja terjadi bahkan beberapa di antaranya dengan pola dan kegiatan yang sama.

Begitu kata Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris yang salah satu lingkup tugasnya mengawasi gerak laju dunia pendidikan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/1).

Tahun ini harus jadi yang terakhir ada mahasiswa harus meregang nyawa karena tindakan konyol seniornya. Jangan ada lagi orang tua yang mengantar anaknya ke kampus segar bugar, tetapi pulang tinggal jenazah. Jangan ada lagi orang tua yang hancur hatinya,” ujar Fahira.

Menurutnya, realitas kekerasan di perguruan tinggi yang masih saja terjadi menunjukkan kekerasan sudah menjadi mata rantai bahkan budaya.

Oleh karena itu, masing-masing kampus harus melakukan kajian komprehensif atas segala hal yang dapat memicu tindakan kekerasan sehingga bisa merumuskan strategi mencegahnya.

Pembenaran bahwa melakukan tindak kekerasan kepada junior adalah hal yang biasa karena sudah menjadi tradisi, budaya, apalagi dianggap sebagai ajang memperkuat fisik dan mental harus dihapus dari benak semua mahasiswa, karena keyakinan seperti inilah yang membuat kekerasan terus berulang.

Jadi pendekatan mencegahnya harus komprehensif, jika kita ingin mata rantai kekerasan ini mau diputus. Saya berharap pimpinan kampus mengambil inisiatif ini agar tidak terus menjadi seperti ‘pemadam kebakaran’ dalam setiap tindak kekerasan yang terjadi di kampus,” ujar Fahira.

Pada Januari 2017 ini terjadi dua peristiwa kekerasan di perguruan tinggi hingga merenggut nyawa mahasiswa. Pertama, kekerasan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara yang mengakibatkan satu orang mahasiswa tewas karena dianiaya seniornya.

Kedua, meninggalnya tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta setelah mengikuti pendidikan dasar organisasi pencinta alam kampus. [hta/rmol]













 

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa