DPRD Sumatera Utara akan memeriksa dokumen Kerjasama operasional (KSO) antara PTPN II dengan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) yang diduga menjadi salah satu pemicu bentrok dengan masyarakat dari kelompok Tani Mekar Jaya di Desa Mekar Jaya, Langkat. Hal ini disampaikan Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara, Ferdinan Simanjuntak usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi A DPRD Sumatera Utara.
Dalam RDP tersebut komisi A menghadirkan seluruh pihak seperti perwakilan dari Kelompok Tani Mekar Jaya, Pihak PT LNK, perwakilan PTPN II, Camat Wampu, Kepala Desa Mekar Jaya dan juga pihak BPN Sumut.
"Kita akan lihat apakah KSO mereka itu legal atau tidak. Ngapain pula BUMN bekerjasama lagi dengan perusahaan swasta. Kalau saja KSO itu tidak sesuai aturan, akan kita minta ditinjau ulang," kata Ferdinan, Senin (30/1).
Dalam rapat tersebut, DPRD Sumut meminta penjelasan mengenai seluruh aspek yang menyangkut lahan yang menjadi objek sengketa, mulai dari sejarah keberadaan warga hingga pada proses masuknya PTPN II dan beralihnya ke PT LNK hingga berujung bentrok pada 18 November 2016 lalu.
Perwakilan petani, Legimin mengatakan mereka sudah menempati lahan tersebut sejak tahun 1948 dimana saat itu mereka membuka hutan bersama keluarga mereka. Akan tetapi sebagian warga meninggalkan kampung karena penguasaan dari PTPN II yang saat itu melakukan penyerobotan lahan dengan dalih untuk kepentingan negara.
"Ada dari kami yang pergi ke pekan baru, berastagi dan lainnya. Baru pada 98 kami sepakat memanggil kembali keluarga kami yang dulu bersama-sama dengan kami membuka hutan.Kami tinggal disitu karena kami memiliki surat Land Reform dari pemerintah," katanya.
Terkait bentrok yang terjadi pada 2016 lalu, hal ini menurut Legimin terjadi setelah mereka mencoba mempertahankan lahan mereka dari upaya pembersihan oleh pihak PT LNK yang dibantu oleh aparat kepolisian. Menurutnya, secara sepihak lahan yang sudah mereka tempati tersebut langsung diambil alih oleh pihak perusahaan dengan merusak tanaman mereka.
"Tanaman kami dibuldozer, sekarang kami tidak punya sumber nafkah," ungkapnya.
Sementara itu Camat Hinai, Syamsul Adha mengatakan pihak pemerintah sudah berupaya untuk memperjuangkan hak dari warga mereka atas persoalan tersebut. Sayangnya, warga menurutnya tidak kunjung memberikan dokumen alas hak mereka yang menjadi dasar mereka menempati lahan tersebut.
"Padahal dalam beberapa kali pertemuan saya selalu minta agar petani menyampaikan surat apa saja yang bisa menjadi dasar bagi kami memperjuangkan mereka. Dan ini baru pada pertemuan ini saya mendengar namanya surat Land Reform yang mereka pegang. sebelumnya saya hanya diberi RUU Agraria sama mereka," ungkapnya.
Pada pertemuan tersebut pihak PTPN II yang diwakili oleh Nur Kamal mengatakan pihaknya memang memiliki alas hak atas lahan yang menjadi sengketa. Atas dasar tersebut, mereka bekerjasama dengan pihak PT LNK yang merupakan anak perusahaan mereka.
"Pengelolaannya memang kerjasama dengan PT LNK," ungkapnya.
Pernyataannya ini menuai berbagai pertanyaan dari anggota dewan. Sarma Hutajulu dari PDI Perjuangan langsung meminta penjelasan mengenai bentuk kerjasama mereka dalam pengelolaan lahan tersebut.
"Apakah ada membawa dokumen kerjasamanya?. Kami agak heran ini mengenai anak perusahaan yang bapak sebutkan," ujarnya.
Dalam pembahasan yang alot tersebut, tidak ada satu pihakpun yang dapat menunjukkan alas hak maupun dokumen yang diminta oleh DPRD Sumut. Pada akhirnya, Komisi A DPRD Sumut meminta agar seluruh aktifitas di lahan sengketa tersebut dihentikan sementara selama proses pembahasan berjalan. Komisi A berjanji akan melakukan pembahasan lanjutan dengan mengundang kembali seluruh pihak tersebut dengan membawa lengkap dokumen-dokumen yang mereka miliki atas lahan sengketa.[rgu]
KOMENTAR ANDA