post image
KOMENTAR
Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup secara resmi meminta kepada pemerintah untuk menghentikan semua operasional keramba apung yang ada di Danau Toba.

Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan hal itu kepada wartawan di Medan, Senin (30/1), setelah mengevaluasi beberapa kejadian kematian ikan ratusan hingga ribuan ton jumlahnya.

Memang baru-baru ini tepatnya dari 7 Januari hingga 12 Januari 2017 terjadi kematian ikan di danau toba sebanyak 249,6 ton pada keramba jaring apung yang berada di Desa Tipang dan Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Jumlah itu belum termasuk kematian ikan liar di Desa Tipang, Simangulampe, Sinambela, dan Marbuntoruan. Kasus ini merupakan kasus kematian massal ikan kelima yang terjadi di sejumlah tempat di sekeliling Danau Toba setahun terakhir.

"Begini ya. Waktu kematian ikan ribuan ton ikan tahun lalu saya sudah langsung minta ke Menteri Lingkungan Hidup melakukan evaluasi. Dan menteri sangat respon. Hasil kajiannya pun sudah saya dapatkan. Artinya penyebab kematian ikan itu sudah kita dapatkan dan sudah kita ketahui," jelasnya.

Penyebab kematian ikan itu di Danau Toba karena sudah over load. "Jadi kalau kondisinya masih seperti sekarang juga, tidak ada upaya untuk berbenah dan menghentikan semua kegiatan keramba jaring apung di Danau Toba, kasus serupa akan terulang," sebutnya

Dia mengatakan setelah Danau Toba ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata utama harusnya tidak ada lagi keramba di dalamnya. "Kan aneh kita mau membuat Danau Toba itu sebagai Monaco-nya Asia. Tapi saat bertemu dengan salah satu kepala daerah di sana dia kecewa karena tidak ada upaya membersihkan keramba dari Danau Toba," tuturnya.

Gus menceritakan saat Menteri Luhut B Pandjaitan datang ke Danau Toba disampaikannya bahwa semua keramba harus bersih. "Tapi begitu presiden yang datang ke Danau Toba statemennya lain lagi. Dia hanya minta agar keramba di Danau Toba ditata ulang. Pertanyaan saya mau ditata bagaimana," ungkap Gus.

Menurutnya, pengelola keramba di Danau Toba itu adalah perusahaan dari Swiss. "Negara dengan seribu danau. Tapi saya tidak pernah di danau mereka di sana ada keramba. Tapi orang Swiss datang ke sini bikin keramba di danau kita," ujarnya.

Lalu kenapa ikan-ikan itu mati? Selain overload, oksigen di dalam air menjadi sangat kurang. Karena terlalu padat dengan makanan ikan atau biasa disebut pellet. Unsur-unsur yang terkandung dalam makanan ikan itu sudah tidak sehat.

"Itu temuan dari Kementerian Lingkungan hidup. Artinya kalau tidak ada pembatasan tidak ada penghentian keramba, yakinlah kejadian serupa akan berulang-ulang. Kalau mau jadi salah satu destinasi wisata tidak boleh ada keramba ikan di Danau Toba, itu kuncinya," tegas Gus yang juga wakil ketua Fraksi Gerindra DPR-RI ini.

Saat disinggung apakah kalau perusahaan asing itu disuruh berhenti akan menimbulkan citra negatif terhadap investasi di Indonesia? "Saya tidak tahu ya seperti apa klausul perjanjian perusahaan pengelola. Atau seperti apa kontrak kerja mereka. Namun saya yakin kehadiran mereka di sana lebih banyak mudaratnya. Sebab salah satu bukti mereka terus merugikan ekologi Danau Toba adalah punahnya ikan asli pora-pora yang ada di kawasan wisata tersebut," tuturnya.

Gus pun menyatakan air Danau Toba itu sudah tercemar. "Itu sudah masuk polusi. Nah kalau mau dijadikan kawasan destinasi utama wisata harus bersih lingkungannya. Jadi kata kuncinya stop semua keramba apung di Danau Toba," ujarnya.[rgu]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel