Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Utara Abyadi Siregar menduga ada praktik pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan lahan di Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan (PPSB) yang dikelola oleh Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo) cabang Belawan.
Dugaan pungli tersebut terindikasi dari beberapa jenis pungutan yang ditetapkan BUMN itu kepada para pengusaha perikanan tanpa dasar hukum yang jelas. Selain itu, kenaikan tarif dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan para pengusaha selaku stakeholder.
"Setelah mendengar keterangan pelaku usaha saya menduga ada unsur pungli di sini, karena penarikan uang dari para pengusaha ada yang tidak mempunyai payung hukum," kata Abyadi Siregar dalam pertemuan dengan para pengusaha perikanan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Perikanan Gabion Belawan AP2GB di kantor PPSB, Rabu (25/1).
Abyadi menjelaskan, dari laporan para pengusaha kepada Ombudsman, kebijakan yang dibuat Perum Perindo tidak fair. Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 31, penyelenggara pelayanan publik tidak boleh menaikkan tarif secara sepihak.
"Harusnya ini dibicarakan dulu dengan para stakeholder terkait. Perum Perindo sebagai penyelenggara pelayanan publik tidak boleh sewenang-wenang menaikkan tarif," ujarnya.
Selain itu, lanjut Abyadi, kenaikan tarif yang sangat signifikan tersebut, secara total mencapai 500 persen lebih, juga dinilai terlalu cepat. Sebab tarif lama yang diterapkan selama ini juga baru diberlakukan tahun 2014. Masalah lainnya, ada kutipan-kutipan tanpa payung hukum. Biaya kompensasi misalnya, tidak ada standarnya, karena biaya yang dikenakan kepada para pelaku usaha berbeda-beda.
"Apa standar penarikan biaya kompensasi ini. Kalau tidak ada payung hukumnya itu disebut pungli. Pungli itu adalah kutipan yang tidak memiliki dasar hukum," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Abyadi, Ombudsman Sumut akan mengundang Perum Perindo untuk menanyakan langsung dan menggali informasi lebih, agar dapat diambil keputusan atas permasalah tersebut. Sebab saat ini para pengusaha tidak memiliki kepastian hukum dan kejelasan atas lahan yang disewanya mengingat sudah banyak sewa yang habis kontrak tetapi kontrak baru belum dibayarkan karena kenaikan tarif baru yang mencapai 500 persen lebih tersebut sangat memberatkan. Pengusaha masih menunggu ada kebijakan dari Perum yang tidak menghambat mereka dalam berusaha.[rgu]
KOMENTAR ANDA