Joseph Mayone Stycos dalam bukunya mengatakan, "If policy without theory is for gambler. Theory without policy is for academics."
Artinya, jika sebuah teori tanpa didukung kebijakan, hanya berlaku untuk para akademisi. Tapi kebijakan yang dibuat tanpa teori, itu spekulasi gambling kita.
"Yang paling tepat adalah dalam membuat kebijakan disertai dengan landasan teori dan kajian akademik yang kuat," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai memberi penghargaan kepada anggota berprestasi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu pagi (18/1).
Hal itu, menjadi rujukan Tito saat mengajak segenap elemen terkait saling memberi masukan dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar, Selasa kemarin (17/1).
Khususnya, terkait tanggapan sejumlah pihak yang menilai Polri telah mendiskreditkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Jadi, tujuan (FGD) kita kemarin adalah salah satu cara untuk mendapatkan landasan akademik, bukan suatu keputusan. Ini ajang diskusi ilmiah. Bukan dialog warung kopi. Harus ada referensi. Melibatkan pendapat pakar, dialog intelektual, jadi tidak bisa dikriminalisasi," papar alumni Akpol 1987 itu.
Tito juga mengatakan, dirinya justru sangat menghormati setiap fatwa yang dikeluarkan MUI.
Menurut mantan Kapolda Metro itu, fatwa MUI merupakan hukum yang positif. Karena, berperan penting di kehidupan bernegara dan banyak yang jadi tuntunan umat Islam.
Bahkan, jenderal asal Palembang itu juga menerapkan beberapa fatwa MUI dalam kehidupannya sebagai seorang muslim. Seperti fatwa larangan merokok.
Hanya saja, lanjut Tito, ada beberapa fatwa MUI yang menurutnya justru berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas keamanan nasional.
"MUI itu lembaga terhormat. Sama sekali tidak mendiskreditkan fatwanya yang harus dihormati. Tapi, fatwa terakhir, justru berdampak sosial dan hukum bagi Polri. Contoh, (fatwa) natal, ada sweeping di Solo dengan kekerasan. Bagi kami, Polri, ini persoalan yang harus dipecahkan," tutur mantan Kadensus 88 Antiteror tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menilai Kapolri tidak memahami sejarah MUI. Sehingga berani mengatakan fatwa MUI berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas keamanan nasional.
Dia pun menyarankan Kapolri dan jajarannya dapat lebih banyak melakukan konsultasi dengan para ulama sebagai penjaga umat khususnya umat Islam.
"Jadi, Kapolri dan jajarannya tidak punya pandangan dan asumsi sendiri soal ulama. Menuduh MUI dan para ulama tidak berbhinneka sama dengan tidak paham sejarah Indonesia dan tidak paham posisi ulama dalam kemerdekaan," timpal Fahri. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA