post image
KOMENTAR
Hak konstitusional warga negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan. Hak ini dijamin UUD 1945.

Pengamat politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin mengatakan, memang  tidak ada larangan WNA bekerja di Indonesia meski konsekuensinya lapangan kerja untuk WNI sendiri jadi berkurang. 

"Namun pemberian izin bekerja bagi warga negara asing yang berdampak pada berkurangnya hak warga Indonesia atas ketersediaan pekerjaan tidak boleh ditentukan oleh pemerintah," tegasnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (10/1).

Ia pun menjabarkan setidaknya ada tiga hal yang menjadi pokok permasalahan dari membanjirnya pekerja asing di Indonesia.

Pertama, sebut dia, alih-alih memperluas kesempatan kerja kepada tenaga kerja potensial di dalam negeri, pemerintah secara tidak langsung justru mengundang tenaga kerja asing datang ke Indonesia dengan dalih investasi asing.

"Investasi seolah-olah segalanya bagi pemerintah. Soal hak warga negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana dijamin oleh konstitusi seolah bukan menjadi hal yang prioritas," sindirnya.

Walhasil, jenis pekerjaan tertentu yang semestinya dapat dikerjakan oleh WNI justru direbut oleh WNA.

Kedua, bersamaan dengan banyaknya proyek asing di Indonesia, menurut dia, pemerintah tidak melakukan kebijakan yang memperketat masuknya orang asing ke wilayah Indonesia. Akibatnya, orang asing yang masuk secara resmi ke Indonesia dengan tujuan wisata pun bisa dengan mudah berganti baju menjadi pekerja ilegal.
Kondisi ini kata Said, diperparah dengan lemahnya pemerintah dalam menindak oknum-oknum petugas yang rela mengoper lahan pekerjaan WNI kepada WNA.

"Demi segepok uang untuk perutnya sendiri dan kelompoknya mereka menyediakan karpet merah kepada tenaga kerja asing ilegal, sementara saudara sebangsanya sendiri dibiarkan menjadi pengangguran dan kelaparan," ujarnya.

Ketiga, lanjut dia, berkaitan pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Ia menilai pemerintah tidak sungguh-sungguh memperhatikan bunyi pasal tersebut.

Karenanya untuk membuktikan pemerintah peduli hak konstitusional WNI, ia pun mengusulkan dilakukan audit jam kerja terhadap pekerja asing. Audit jam kerja ini dapat dilakukan, utamanya, di tiap-tiap proyek investasi yang mempekerjakan banyak tenaga asing.

"Contohnya, proyek-proyek pembangkit listrik yang dibiayai asing diberbagai daerah di Indonesia," jelasnya.

Secara sederhana, terang Said, metode audit jam kerja dapat dilakukan dengan cara mengukur lamanya waktu pengerjaan suatu proyek. Selama waktu itu kemudian diperbandingkan jumlah jam kerja yang diberikan kepada WNA dengan WNI yang bekerja di proyek yang sama.

"Audit untuk mengetahui neraca jam kerja tersebut sudah barang tentu tidak cocok dilakukan sendiri oleh pemerintah, sebab pemerintah-lah yang sedang ingin membuktikan bahwa dirinya tidak mengabaikan ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945," ujarnya.

Menurut dia, audit jam kerja sewajarnya dilakukan oleh suatu tim independen. Dalam pembentukan tim ini DPR dapat mengambil peran dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasaannya.

"Serikat buruh saya kira dapat mengambil peran maksimal dalam isu ini dengan melakukan gugatan ke pengadilan melalui mekanisme citizen law suite, misalnya. Akan lebih bagus lagi jika gugatan tersebut dilakukan secara serentak di seluruh daerah yang ditemukan banyak pekerja asing," demikian Said.[hta/rmol]





 

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa