ERA 2014-2016 banyak sekali godaan untuk berkomentar, berpendapat, menunjukkan sikap, dukungan, bahkan saling memprovokasi yang saling merusak dan melecehkan. Salah satunya adalah silang sengkarut persoalan SARA yang dibincang luas di media sosial, menjadi menu tiap saat yang berdampak luar biasa dalam kehidupan sosial kita.
Isu SARA sangatlah sensitif. Ia terus menggoda pikiran kita untuk ikutan terlibat. Baik menjernihkan suasana ataupun sebaliknya, memperkeruhnya. Kadang sadar atau tidak kita telah banyak melukai hati banyak orang, bahkan orang-orang yang justru seharusnya kita hormati dan sayangi.
Tahun 2017 ini upaya menahan diri dari hal-hal semacam upaya provokasi, adu domba, fitnah dan ujaran kebencian tentu sangat baik untuk kita hindari.
Peneliti dari University of Chicago tepatnya menyebutkan kalau belajar menahan diri dan kepuasan hidup memiliki hubungan yang erat setelah melakukan survei terhadap 414 orang dewasa. Kenapa bisa demikian? Ternyata, berusaha untuk menahan diri mendorong seseorang untuk membuat keputusan yang lebih baik dan terhindar dari perasaan bersalah. Sehingga hati dan pikiran menjadi lebih tenang dan membuat seseorang hidup lebih bahagia. "Manusia yang bisa menahan diri artinya juga bisa menghindari keinginan yang memicu konflik," papar peneliti Kathleen Vohs, seperti yang dikutip dari Daily Mail.
Jauh sebelum penelitian tersebut, ribuan tahun silam Baginda Nabi Muhammad SAW dalam suatu kisah "Abu Hurairah, Radiyallahu 'Anhu, melaporkan bahwa seorang pria berkata kepada Nabi, shallallahu 'alayhi wasallam: "Menasihati saya! Nabi berkata, Jangan menjadi marah dan murka". Pria itu bertanya (sama) lagi dan lagi, dan Nabi mengatakan dalam setiap kasus, "Jangan menjadi marah dan murka".
Filsuf besar Plato hidup yang hidup pada era 428-348 SM juga menjadikan elemen sifat Menahan Diri sebagai salah satu unsur Pemimpin yang baik sepanjang masa, sebagaimana yang ditulisnya dalam buku The Republic.
Menahan diri berarti berdamai dengan hati sendiri, menerima fakta ada orang lain yang hidup berdampingan kita dengan keanekaragaman pengalaman hidup dan pendidikan. Mulailah untuk tidak berkata-kata yang menyebabkan tersakitinya hati seseorang, mari sama-sama belajar menahan diri dari sikap dan perbuatan yang negatif atau destruktif, tetapi sikap diri yang positif dan penggunaan kalimat konstruktif untuk kebaikan alam dan kemanusiaan tentu jangan ditahan-tahan. [***]
*Kandidat Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana FHUI
KOMENTAR ANDA