post image
KOMENTAR
Simpatisan OPM mengibarkan bendera Bintang Kejora di Gedung Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Melbourne, Australia/Net
RMOL. Bendera Bintang Kejora berkibar di Kantor Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Melbourne, Australia, Jumat lalu. Namun, hingga kemarin pelakunya belum ditangkap, apalagi diadili. Waduh, kalau Australia membiarkan kasus ini, tandanya bukan teman yang baik.

Netizen di Tanah Air, sejak Jumat sore lalu dibuat geram oleh beredarnya video pengibaran Bintang Kejora itu. Salah satu yang beredar di Youtube berjudul, "Pengibaran bendera Papua Merdeka OPM oleh orang Australia di KJRI di Australia". Video aksi berdurasi kurang dari 30 detik beredar luas.

Di dalam video itu, terlihat seorang bule, mungkin warga Australia, menyambangai salah satu sudut area KJRI. Tampil santai dengan kaos singlet, pria berselempang tas itu terlihat mudah memanjat dinding setinggi dua meter.

Sejurus kemudian, pria ini sudah terlihat di atap gedung KJRI, bendera Bintang Kejora pun dibentangkannya. Tidak hanya itu, pria berambut panjang itu juga melakukan hal serupa tepat di muka gerbang KJRI.

Belakangan diketahui, peristiwa itu terjadi pukul 12.52 waktu setempat. Bertepatan dengan waktu Shalat Jumat. Bisa jadi, para pelaku memanfaatkan momentum ibadah sholat untuk melancarkan aksi kriminal ini.

Peristiwa ini sontak bikin geram Indonesia. Menlu Retno L.P. Marsudi menyatakan, menerobos gedung konuslat jenderal, adalah tindakan kriminal yang tak dapat diberi toleransi.

"Sebagai negara penerima, Australia memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk segera melakukan proses hukum," tegas Retno melalui siaran pers, Sabtu (7/1).

Retno menjelaskan, penjaminan keamanan semua misi Indonesia di Australia, merupakan amanat dari Vienna Convention 1961 pasal 22 ayat 2. Yaitu, "Negara penerima memiliki tugas khusus mengambil semua langkah untuk melindungi bangunan-bangunan misi dari segala bentuk intrusi atau kerusakan dan mencegah segala bentuk gangguan ketenangan atau perusakan kewibawaan Misi."

Menlu mengaku telah melakukan komunikasi dengan Menlu Australia, Julie Bishop. Pemerintah Australia menyatakan bakal melakukan investigasi dan memproses hukum pelaku kriminal tersebut.

Reaksi keras juga disampaikan Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Politisi PKS itu menduga, Australia melakukan pembiaran atas sebuah pelanggaran berat kerjasama antar kedua negara. Yaitu, pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Pembiaran pengibaran bendera OPM di KJRI artinya pelanggaran yang sangat berat terhadap kedaulatan Indonesia. Itu sama dengan membiarkan terjadinya pelecehan terhadap kedaulatan Indonesia," ujar Hidayat di Kantor DPP PKS, Jakarta, kemarin.

Hidayat pun mendesak Australia segera menangkap dan menghukum pelaku pengibaran bendera OPM tersebut.

Menanggapi itu, pengamat politik internasional, dari Universitas Padjajaran, Bandung, Teuku Rezasyah mengatakan, jika ada unsur pembiaran dari pemerintah Australia. Artinya, Australia saat ini bukanlah teman yang baik.

"Memang Australia itu ambivalen (dua kaki). Satu sisi dia pro pemerintah Indonesia, satu lagi dia cari titik lemah Indonesia, ya dengan mendukung pro OPM secara tidak langsung. Ini tidak baik," ujar Reza, kepada Rakyat Merdeka.

Reza menjelaskan, peristiwa nyeleneh pro OPM memang kerap terjadi di Australia. Misalnya, beberapa aksi demonstrasi pro OPM. Menurutnya, dasar kesamaan ras Melanisia menjadi salah satu faktor sejumlah warga negeri kangguru itu mendukung OPM.

Tapi, kata Reza, sebaiknya Indonesia juga intropeksi diri atas peristiwa ini. Caranya, dengan merenegoisasi sistim kemanan di KJRI, misalnya dengan menempatkan Kopassus. "Seperti di Belanda, KBRI kita dijagai Kopassus. Takutnya, KJRI kita di Melbourne itu memang tanpa penjagaan," katanya.

Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof. Hikmahanto Juwana menduga, pelaku sengaja memanfaatkan momentum persitengang antara militer Indonesia-Australia beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, hubungan Indonesia-Australia sedang memanas lantaran diputusnya latihan bersama militer kedua negara disebabkan oleh dugaan penghinaan militer Australia terhadap lambang negara Indonesia, Pancasila. "Mungkin warga ini mau mengolok-olok, saya bisa masuk wilayah Indonesia, mana nih Kopassus," ujar Hikmahanto kepada Rakyat Merdeka.

Jangan sampai, katanya, persitegang ini meluas hingga antar warga Australia dan Indonesia. Pasalnya, jika kedua masyarakat setempat saling membenci. Persitegang, sulit diredam.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel