Budaya kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejak menjadi Kementerian idealnya harus berubah total diseluruh lini, jangan lagi bermental seperti dulu yang kerap dibawah tekanan baik dari Pemerintah Daerah maupun kepentingan mafia pengguna jaringan oknum BPN itu sendiri.
Demikian ditegaskan Iskandar Sitorus, Ketua Pendiri Cinta Tanah Sumatera (CTS) kepada wartawan di Medan, Rabu (4/1).
"Khususnya di Sumatera Utara yang memiliki potensi konflik pertanahan yang luar biasa besar, maka seharusnya potensi pejabat yang mengemban posisi Kakanwil Sumut saat ini kebetulan dilingkungan Kementerian Agraria Tata Ruang/BPN yang dikenal sebagai seorang aparatur sipil negara (ASN) mumpuni serta mampu menata-keloka pertanahan di kota Surabaya.
"Kakanwil BPK sumut saat inj sebaiknya sesegera mungkin menerapkan mental model tata kelola yang lebih baik lagi dari Surabaya tersebut. Jangan malah potensi yang dimiliki Kanwil malah mati hanya karena semakin solidnya mafia tanah yang jahat sementara ASN Kanwil justru tidak berbudaya kerja yang lebih baik dari semula," sebutnya.
Selain itu, lanjut Iskandar, Kakanwil harus mampu menegakkan persamaan hak setiap para pihak didepan hukum terkait HGU PTPN II, agar selaras seperti yang ditetapkan oleh Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum Komisi III DPR RI.
"Jangan sampai kinerjanya yang sudah teruji di Surabaya, Jawa Timur disimpangkan dengan cara dipolitisir oleh kelompok jahat yang ingin memperkaya segelintir pengusaha semata. Itu akan membahayakan Kanwil BPN Sumut lho," katanya.
Diungkapkannya, salah satu kasus yang diduga kuat terjadi dengan cara melawan hukum adalah tindakan pengelolaan lahan milik negara berstatus HGU PTPN II di Kebun Limau Mungkur, Afdeling V di Dusun IV Tungkusan, Desa Tadukanraga, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deliserdang.
"Masa tanah itu kini bisa beralih fungsi menjadi perumahan PT. Granit Indah Residence (GIR) yang dklaim untuk menjadi perumahan karyawan perusahaan penerbangan Lion Air. Diduga pula Bank Tabungan Negara (BTN) yang sebagian sahamnya milik negara menjadi pendana pembangunannya. Bisa-bisa Bank itu akan bermasalah hukum lho," katanya.
Apalagi, sambungnya, belakangan muncul kesan bahwa mulusnya pengelolaan lahan oleh pengembang perumahan itu terindikasi melibatkan oknum ASN di Kantor Kementerian ATR/BPN Deliserdang.
Cap itu terjadi karena terlihat ada upaya mengganjal perlawanan pihak PTPN II untuk mengadukan permasalahan ini ke pihak berwajib. Apalagi hingga kini hasil pengukuran atas tapalbatas antara tanah masyarakat dengan perkebunan yang dilakukan BPN Deliserdang disaksikan oleh sejumlah pejabat PTPN II yang membidangi pertanahan juga disaksikan petugas kepolisian dari Polres Deliserdang namun belum kunjung diserahkan kepada pihak PTPN II.
"Tidak diserahkannya surat ukur itu seperti menjadi pembenar kecurigaan terhadap terbitnya 2 Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 894 dengan nomor surat ukur 326 untuk lahan seluas 1576 meter persegi tertanggal 23 Nopember 2015 dan SGM nomor 897 dengan nomor ukur 319 dengan luas tanah 1539 meter persegi tertanggal 27 November 2015 karena kalau dilihat dari titik koordinat HGU PTPN II yang dijadikan sebagai lokasi perumahan PT. GIR masih berstatus HGU sesuai dengan surat nomor 95 tahun 2003 yang diperpanjang hingga 2028," ungkapnya.
Idealnya, kata Iskandar, memang Kanwil melakukan pengukuran ulang secara total atas HGU PTPN II agar kemudian persoalan-persoalan hukum tidak semakin bertambah. Pengukuran ulang itu juga nantinya berguna untuk menginventarisir persoalan hukum yang ada sekaligus untuk membantu Kanwil ATR/BPN untuk menginventarisir para penggarap tanah yang dilakukan secara baik yakni tidak terkait dengan kejahatan.
"Inventarisir terkait penggarap yang baik diatas HGU PTPN II yang sudah sangat rasional dialokadikan untuk menjadi bahagian dari perkembangan pemukiman penduduk karena populasi merupakan langkah adil, karena terbukti juga bahwa lahan HGU itu sudah banyak dialokasikan pemerintah pusat untuk kepentingan lain seperti bandara, pergudangan, militer, polisi dan lainnya," paparnya.
Disebutkannya, inventarisir atas hal negatif dan baik itu tentu menjadi tanggungjawab utama Kanwil, karena bagaimanapun juga Panja Penegakan Hukum Komisi III DPR RI cenderung akan menjadikan data Kanwil sebagai informasi yang akurat. Jika nanti Panja malah tidak mendapat data valid itu, tentu saja akan menyulitkan Kanwil itu sendiri. Sehingga, usulan kami sebaiknya Kanwil memulai saja menginventarisirnya layaknya inventarisir yang dilakukan Kanwil di atas tanah konflik Sari Rejo, Polonia, Medan.
"Inventarisir oleh Kanwil di Sari Rejo adalah salah satu kategori kinerja yang cerdas, sebab terkait tanah memang hanya mereka yang berkompeten penuh," ujarnya.
Penggunaan kewenangan Kanwil Kementerian ATR/BPN bagi CTS sangat sesuai dengan usulan kami ke Menteri BUMN yakni Tata Kelola Persoalan Diatas HGU PTPN II Dan Atau Eks HGU PTPN II Dengan Model Izin Penggunaan Lahan Yang Bisa Dicatatkan PTPN II (Atau Pihak Berwenang Setelahnya/Lainnya) Sebagai Sesuatu Pendapatan Lain-Lain Yang Bersifat Non Operasional.
"Semoga saja Bapak Kakanwil dan jajarannya bisa bersih-bersih dari perilaku jahat oknum dikantornya serta kelompok mafia tanah sehingga kinerja mereka bisa memberi rasa adil bagi PTPN II, Pemda dan masyarakat penggarap yang baik. Jangan sampai perilaku jahat malah mencoreng nilai positif yang selama ini sudah mereka raih," tutupnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA