Makar adalah upaya menjatuhkan pemerintahan yang sah dan merebut kekuasaan dengan menggunakan kekerasan. Karena itu, objek makar adalah pemerintah.
Adapun yang akan dilakukan oleh Rachmawati Soekarnoputri pada tanggal 2 Desember 2016 lalu sama sekali tidak terkait dengan upaya perebutan kekuasaan atau penggulingan pemerintahan yang sah. Rachmawati hanya ingin menyampaikan aspirasi kembali ke UUD 1945 yang asli ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPRI) RI.
Namun rencana Rachmawati menyampaikan aspirasi ke MPR RI pada tanggal 2 Desember 2016 tidak terjadi, karena di pagi hari itu Rachmawati ditangkap atas tuduhan melakukan tindakan makar dan permufakatan jahat.
Penjelasan Rachmawati mengenai pengertian makar yang dipahaminya disampaikan ketika putri Bung Karno itu kembali diperiksa polisi di kediamannya, Jalan Jatipadang Raya, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2017). Menurut polisi, pemeriksaan kali ini adalah pemeriksaan tambahan.
Kali ini Rachma diperiksa selama tujuh jam dari pukul 15.00 hingga 22.00 WIB. Kepada Rachma polisi mengajukan 21 pertanyaan yang sebagian besar bernada pengulangan atas pertanyaan yang sudah diajukan pada pemeriksaan sebelumnya (20/12/2016).
“Dalam pemeriksaan, Ibu Rachma mengatakan bahwa makar adalah tindakan kekerasan oleh kelompok bersenjata untuk menggulingkan pemerintah dalam hal ini presiden, dan yang menjadi sasaran adalah Istana Negara yang dalam pasal 4 konstitusi kita disebutkan sebagai pusat pemerintahan,” ujar jurubicara Rachma, Teguh Santosa, dalam keterangan Rabu pagi (4/1).
Dalam pemeriksaan itu, Rachma juga kembali mengatakan bahwa dirinya telah berkomunikasi beberapa kali dengan pimpinan MPR RI mengenai aspirasi kembali ke UUD 1945 yang asli.
Pertemuan pertama Rachma dengan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan terjadi pada tanggal 15 Desember 2015 di Gedung MPR RI. Pimpinan MPR RI menyambut baik aspirasi itu dan mengundang sebanyak mungkin anggota masyarakat yang memiliki aspirasi serupa.
Menurut rencana, Rachmawati dan kelompoknya yang tergabung dalam Gerakan Selamatkan NKRI dibantu Gerbang Nusantara akan menyampakkan aspirasi kembali ke UUD 1945 yang asli di luar gerbang Gedung MPR RI, dan aspirasi itu akan diterima oleh unsur pimpinan MPR RI. Untuk urusan teknis penyerahan aspirasi, Rachma berkomunikasi langsung dengan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan.
Teguh juga mengatakan, pada awal pemeriksaan tambahan Rachma kembali menyampaikan keberatan atas tuduhan makar yang dialamatkan kepada dirinya.
“Bagaimana mungkin keinginan menyampaikan aspirasi dan pendapat ke gedung wakil rakyat disamakan dengan makar dan upaya perebutan kekuasaan? Ini definisi yang berlebihan dan sama sekali tidak sehat untuk demokrasi kita,” demikian Teguh.[rgu]
KOMENTAR ANDA