post image
KOMENTAR
Sumatera Utara (Sumut) patut dijadikan laboratorium pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diproyeksikan serentak tahun 2024. Kompleksitas persoalan Pilkada di Sumut dapat menjadi bahan bagi pembuat kebijakan untuk menyempurnakan aturan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan didampingi Anggota Bawaslu Sumut Aulia Andri dan Hardi Munte mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak tahap I . Ada ada 269 Pilkada, terdiri dari 9 provinsi 224 kabupaten dan 36 kota.

Di Sumut tercatat 23 kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada tahun 2015. Pemungutan suara dua daerah -- Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar ditunda karena sengketa pencalonan. Pemungutan suara susulan Kabupaten Simalungun dilaksanakan 10 Februari 2016 dan di Kota Pematangsiantar dilaksanakan 16 November 2016. Hingga menjelang akhir tahun 2016 Kota Pematangsiantar belum memiliki kepala daerah defenitif hasil pemilihan rakyat secara langsung.

Penundaaan pemungutan suara di dua daerah ini dikarenakan masalah pencalonan kepala daerh tidak tuntas hingga hari pemungutan suara. KPU Simalungun membatalkan kepesertaan JR Saragih dan Amran Sinaga pada 6 Desember 2015, karena status Amran sebagai terpidana sesuai putusan Mahkamah Agung Nomor 194 K/pid.sus/2012.

PTTUN Medan menerbitkan Penetapan Penundaan pemungutan suara di Simalungu tanggal 8 Desember 2016. Pasal 154 ayat (2) UU 8/2015 menyebutkan Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota telah dilakukan.

Di Pematangsiantar, pasangan Surfenov Sirait dan Parlindungan Sinaga ditetapkan melalui rekomendasi Panwas Pematangsiantar. Keputusan Panwas Pematangsiantar dilaporkan ke DKPP. Kepesertaan Surfvenov Sirait dan Parlindungan Sinaga dianulir, pasca Keputusan DKPP.

Sengketa pencalonan yang diajukan Surfvenov Sirait dan Parlindungan Sinaga bergulir di peradilan tata usaha negara, mulai tingkat pertama, banding hingga kasasi. Keputusan Mahkamah Agung tertanggal 30 September 2016 menjadi dasar melanjutkan tahapan Pilkada Pematangsiantar yang tertunda.

UU 8/2015 mengatur, masa tugas Panwas Kota/Kabupaten, Kecamatan dan PPL berakhir dua bulan setelah tahapan berakhir, sedangkan Pengawas TPS 7 hari setelah pemungutan suara. Status penyelenggara pengawasan Pilkada menjadi mengambang, karena aturan menjadi tidak selarans dengan Permendagri No 51 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Dana Kegiatan Pilkada. Bawaslu Sumut menghentikan sementara seluruh jajaran penyelenggara pengawas di Kota Pematangsiantar, hingga ada keputusan lanjutan tahapan.

Selama rentang waktu penundaan, Bawaslu Sumut intens berkomunkasi dengan Pemerintah Kota Pematangsiantar, Bawaslu RI, Kementerian, mengenai persiapan pemungutan suara lanjutan. Bawaslu menilai, persiapan dari sisi anggaran, aturan harus dipersiapkan lebih awal sebelum ada Putusan berkekuatan hukum tetap terkait sengketa pecalonan Pilkada Pematangsiantar.

Pilkada Kota Pematangsiantar semakin 'unik' karena pelaksanaanya diatur oleh UU 8/2015 dirubah menjadi UU 10/2016. UU terbaru memberikan kewenangan kepada Bawaslu Provinsi menangani sengketa politik uang yang terjadi secara terstruktur masif dan sistematis (TMS).

Bawaslu Sumut menjadi penyelenggara yang pertama melaksanakan aturan dan kewenangan terbaru ini. Dalam sengketa TSM Pilkada Pematangsiantar, Bawaslu memutuskan permohonan pemohon tidak terbukti.

KPU Pematangsiantar menetapkan calon terpilih Pilkada Pematangsiantar setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa hasil Pilkada Pematangsiantar. Sementara, proses pemeriksaan sengketa TSM masih berlangsung -- belum memasuki tahapan keputusan.

Selain mengawasi dan mempersiapkan pemungutan suara Pilkada pematangsiantar, Bawaslu juga mempersiapkan Pilkada serentak tahap II. Di Sumut, Kabupaten Tapanuli Tengah  dan Kota Tebingtinggi masuk dalam
tahapan Pilkada serentak tahun 2017.

Persiapan yang dilakukan oleh Bawaslu Sumut, dimulai dari advokasi (mengawal) penyusunan anggaran pengawasan. Saat penyusunan anggaran, Panwas kabupaten/kota belum terbentuk.

Di Tapanuli Tengah, masih ada persoalan anggaran. Dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) disepakati anggaran pengawasan sebesar Rp 8,9 miliar, dengan rincian tahun anggaran 2016 Rp 5 miliar dan selebihnya tahun anggaran 2017. Namun, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah hanya memberikan Rp 2 miliar dengan alasan dana untuk pembangunan infrastruktur.

Persoalan ini sangat krusial. Tanpa dana memadai dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas pengawasan. Jika hingga tanggal 10 Januari 2017 dana tidak terpenuhi, dikhawatirkan akan mengganggu pengawasan tahapan dan menimbulkan masalah yang berkepanjangan.

Sementara, di Kota Tebingtinggi hanya satu pasangan calon (tunggal) menjadi peserta Pilkada. Kondisi ini bakal berdampak pada rendahnya partisipasi pemilih. Calon tunggal yang merupakan mantan petahana juga akan mempengaruhi psikologi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Tebingtinggi.

Terkait berbagai catatan penting akhir tahun 2015 dan sepanjang tahun 2016, Bawaslu Sumut merasa perlunya peran semua pihak turut serta menyukseskan Pilkada 2017 yang ada di Sumut.

Peran semua stakeholder untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memilih. Berperan menciptakan menciptakan pemilu yang berkualitas. Pelaksanaan Pilkada 2015 dan 2017 menjadi pelajaran untuk pelaksanaan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2018.

Peran pemangku kepentingan juga sangat penting. Pemerintah cq mendagri cq gubernur memberikan perhatian serius dan melakukan upaya terkordinasi untuk memastikan anggaran (APBD) untuk pengawas pemilihan sudah tersedia dan dapat digunakan 2 bulan sebelum tahapan pilkada dimulai. Termasuk anggaran penyelesaian kasus-kasus hukum seperti anggaran Sentra penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan penyelesaian sengketa pemilihan, agar optimalisasi dan efektivitas penegakan hukum pidana pemilihan dan penyelesaian sengketa terjamin.

Pembuat kebijakan memberikan perhatian dalam hal potensi kekosongan-kekosongan hukum. Perselisihan internal partai diselesaikan sebelum pencalonan dan mempersempit ruang sengketa pemilihan, sehingga tidak terjadi penundaan pemilihan yang berkepanjangan. Penyelenggara pemilihan (KPU dan jajaranya) diminta agar terbuka dan transparan soal syarat pencalonan dan syarat calon agar tidak terjadi konflik pencalonan yang tidak dibatasi

Pemerintah juga harus memperkuat data pemilih, untuk memenuhi syarat penyusunan data dan daftar pemilih berbasiskan KTP-elektronik pada Pilkada berikutnya.

Potensi ASN tidak netral juga sangat tinggi pada Pilkada, karena ASN berada di bawah pemerintah daerah. Oleh karena itu perlu optimalisasi peran Komisi ASN dalam melakukan koordinasi/sosialisasi ke daerah dan pola penindakan yang responsif dan cepat.

Memperkuat fungsi dan peran pengawasan panwas/bawas, perlu kiranya adanya penyerataan fasilitasi (anggaran/uang kehormatan bagi panwas/bawas) dengan penyelenggara pemilu lainnya.[rgu]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa