post image
KOMENTAR
Seorang pejabat di Vatikan, yang satu-satunya berasal dari Indonesia, menyatakan kegundahannya mengikuti perkembangan relasi antar umat beragama di Indonesia belakangan ini.

Anak bangsa yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini tidak tahu "roh" jenis apa yang sedang merasuki Indonesia sehingga mampu merusak keindahan kebersamaan yang dulu ada.

"Saya menyatakan ini bukan atas nama pemerintah Vatikan. Saya menyatakan ini atas nama pribadi sebagai anak bangsa. Saya sungguh sedih dan bercampur cemas menyaksian apa yang terjadi di Indonesia saat ini," ujar Romo Markus Solo Kewuta SVD dalam pesannya melalui Whatsapp dari Vatikan, Kamis (28/12).

Dalam pesannya Romo Markus menjelaskan dirinya mengikuti perkembangan negara sejak Oktober. Dia melihat bahwa relasi antar umat beragama yang sejak lama diapresiasi dunia sebagai contoh terbaik di "land of harmony" (tanah yang harmoni) sedang mengalami ujian yang berat.

"Entah roh apa yang memutarbalikkan  keindahan kebersamaan kita ini. Krisis relasi dalam masyarakat itu bisa terjadi.  Tetapi janganlah kita menganggapnya sebagai suatu yang biasa dan boleh terjadi," ujar romo yang menguasai enam bahasa asing termasuk Arab.

Romo Markus Solo yang bekerja di Kantor Dewan Kepausan Untuk Dialog Antar Agama itu, menegaskan, pembiaran akan bermuara pada situasi yang kronis dan berbahaya. Oleh karena itu ia mengajak seluruh komponen bangsa, untuk saling memaafkan sebagai anak-anak Satu Nusa,  Satu Bangsa dan Satu Bahasa, sebagai pewaris satu negeri besar yang indah permai.

"Kita semua cuma manusia biasa yang mudah jatuh dalam kesalahan. No man is perfect, no man is an angel," tegasnya.

Oleh karena itu, dijelaskannya lebih lanjut, belajar dari ketidaksempurnaan masing-masing sebagai manusia, dihrapakan semua orang menyorongkan sorong hati dan menyorongkan tangan untuk saling mengampuni dan saling memaafkan untuk memulai hidup baru.

"Sesungguhnya betapa indah saling memaafkan dan rekonsiliasi. Situasi saling memaafkan itu  ibarat lahan subur tempat tumbuhnya bibit-bibit baru yang menghasilkan sebuah taman indah dan menakjubkan,  sumber sukacita dan kedamaian sejati," katanya.

Menurut kacamata romo yang berasal dari Desa Lewouran, Flores Timur itu, sebagai orang-orang beriman, sesungguhnya  pengampunan dan upaya perdamaian yang tulus ikhlas seharusnya tidaklah sulit. Cukup saja menerapkan prinsip emas dalam setiap agama besar dunia,  

"Prinsip emas itu pada intinya tidak melakukan sesuatu kepada orang lain kalau hal itu tidak ingin dilakukan orang lain kepada kita. Atau dalam rumusan positip dapat diterjemahkan dengan kalimat -  lakukanlah sesuatu yang baik kepada orang lain yang anda juga ingin kalau hal baik itu dilakukan kepadamu," tegas Romo yang juga menguasai bahasa  Italia, Inggris, Jerman, Mandarin, dan Latin.

Baginya krisis yang berasal dari kata Yunani itu merupakan sebuah awal baru. Kata krisis itu sendiri adalah keputusan. Oleh karenanya, dia mendesak agar diakhiri segala perseteruan antar anak bangsa dan menghentikan segala jalan atau cara yang saling menjerat dan menjatuhkan.

Dikatakannya lagi, “Marilah kita mengakhiri segala perseteruan dan mengakhiri segala jalan dan cara untuk saling menjerat dan menjatuhkan dan bersama-sama memulai babak kehidupan bangsa yang baru.  Dan yang paling penting adalah, reputasi kita janganlah digadaikan demi kepentingan-kepentingan pribadi dan sementara yang ujung-ujungnya hanya membawa petaka besar bagi rakyat miskin dan harganya tidak mungkin akan dibayar dengan apapun. Contohnya sudah banyak."

Di akhir pesan, Romo Markus Solo menegaskan, semua anak bangsa di negri Indonesia ingin dan cinta perdamaian di dalam NKRI di atas dasar Pancasila dan UUD45. Harga mati itu, menurut Romo Markus itu harus dijaga dan diwujudkan bersama.[rgu]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini