Tragedi penindasan, pembantaian, penyiksaan, pemerkosaan, pemusnahan, penghancuran, dan diskriminasi lainnya yang kembali terjadi di Distrik Maungdaw di bagian utara Arakan (Rakhine State) yang dilakukan oleh Militer Myanmar terhadap Rohingya baru-baru ini mengingatkan pada Operasi Naga Min pada masa pemerintahan Juncta Militer Myanmar.
"Tragedi ini jelas adalah kejahatan HAM luar biasa dalam bentuk genosida dan kejahatan kemanusiaan yang memenuhi ketentuan Artikel 6 dan 7 dari Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998," kata Heri Aryanto dalam peringatan Hari HAM Sedunia, dalam keterangan beberapa saat lalu (Minggu, 11/12).
Advokat yang juga dipercaya sebagai Koordinator Aksi Bela Rohingtya dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) ini mengungkapkan bahwa tragedi kemanusiaan paling mengerikan ini adalah catatan sejarah paling kelam bagi umat manusia di seluruh dunia karena di abab modern seperti ini masih ada etnis Rohingya yang menjadi manusia paling teraniaya di muka bumi. Padahal Dekralasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 sudah secara tegas menjamin bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
DUHAM juga menjamin tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.
Adanya UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 yang menghilangkan hak atas kewarganegaraan Rohingya di Myanmar juga bertentangan dengan DUHAM, karena Artikel 15 DUHAM telah menjamin bahwa setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan dan tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya," jelas Heri. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA