Duka yang melanda Provinsi aceh akibat bencana gempa bumi berkekuatan 6,5 skala richter yang meluluhlantakkan Kabupaten Pidie Jaya dan beberapa kawasan, bukan hanya dirasakan penduduk di tanah rencong semata.
Karena kesedihan juga turut dirasakan seluruh masyarakat di tanah air, tak terkecuali bagi masyarakat penganut Ugamo (agama) Malim yang dikenal sebagai Parmalim di Kabupaten Tobasamosir (tobasa) Sumatera Utara.
Sebagai bentuk kesedihan dan keprihatinan atas bencana yang merenggut ratusan nyawa itu, ratusan warga parmalim yang ada di Tobasa, menggelar doa bersama untuk Aceh sebagai rangkaian ibadah Marari Sabtu.
Digelar di parsantian rumah Oppu Rugun Naipospos, Desa Sibadihon, Kecamatan Bonatua Lunasi, Sabtu (10/12), kegiatan ibadah yang diikuti kaum bapak, ibu dan anak-anak ini berlangsung khidmat.
Jintar Naipospos, sebagai ulu punguan (pemimpin) parmalim mengungkapkan, penderitaan masyarakat aceh juga merupakan penderitaan penganut aliran kepercayaan parmalim sebagai anak bangsa.
"Karena itu, ibadah pada hari ini, selain mendoakan bangsa, kami juga sengaja mendoakan agar indonesia terbebas dari segala bencana. Dan bagi masyarakat aceh, kami doakan supaya tabah dalam menghadapi cobaan dari tuhan ini" ujar Jintar kepada wartawan.
Untuk mengurangi beban derita para korban bencana di Aceh itu, Jintar juga mendesak pemerinyah untuk fokus memberikan bantuan baik pangan maupun bantuan percepatan rehabilitasi lokasi penduduk yang porak poranda terdampak bencana.
"Kita sangat apresiasi dengan kedatangan Presiden Jokowi secara langsung ke aceh. Kita harapkan ini bisa menambah semangat bagi para korban bencana dan menjadi warning bagi pihak terkait, untuk mempercepat proses pembangunan tempat tinggal bagi para korban" imbuhnya seraya meminta kepada seluruh warga negara bisa tergerak hatinya untuk menyalurkan bantuan bagi para korban.
Lewat bencana yang juga menjadi duka bangsa ini, Jintar juga berharap agar peristiwa ini bisa menjadi bahan kajian bagi seluruj warga negara untuk menginstropeksi diri, karena parmalim meyaniki bencana hadir akibat berbagai faktor.
"Salahsatunya mungkin kita diingatkan untuk selalu menjaga bumi dengan segala isinya. Karena saat ini, bumi tuhan ini rusak akibat ulah manusia sendiri. Ini yang harus menjadi renungan kita" tandasnya.
Di samping itu, dalam ibadah akhir pekan kali ini, Jintar Naipospos selaku Oppu Rugun aliran kepercayaan parmalim, lewat doa yang dipanjatkannya di hadapan seluruh pengikut kembali mendoakan agar kebhinekaan di Indonesia senantiasa terjaga.
Berbagai polemik yang menjadi pemantik kisruhnya kondisi bangsa, diharapkan bisa secepatnya mereda, sehingga keberagaman yang selama ini menjadi ciri khas bangsa, bisa dipertahankan selamanya.
"Memanjatkan doa untuk keutuhan bangsa dan kebhinekaan tunggal ika kita bisa terjaga selamanya, penganut ugamo malim selalu memanjatkan doa bersama" ucap Jintar.
Didampingi Raja M Sitorus selaku warga parmalin, Jintar juga mendesak seluruh elemen bangsa bisa bersama-sama menyudahi segala intrik yang menjadi ancaman pecahnya negara.
"Meski kami berada di kampung kecil, tapi toleransi dan keberagaman antar umat beragama disini selalu kami junjung tinggi" tukas Jintar sambil menunjuk Masjid yang berdiri persis di depan komplek parsantian sebagai fakta terjaganya toleransi beragama di Tobasa.
Sementara, kegiatan marari sabtuan ini juga turut dihadiri Iwan Darmawan, peneliti kebhinekaan sekaligus dosen fakultas Universitas Pakuan Bogor, yang berkesempatan berbagi wawasan tentang kebangsaan.
Mahasiswa program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini menjelaskan, untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika yang dilahirkan Mpu Tantular di zaman kerajaan Majapahit ini bisa selalu terjaga, andaikan seluruh lapisan masyarakat selalu menjaga 4 pilar kebangsaan.
"Sebenarnya, jika 4 pilar kebangsaan terjaga yakni pancasila, UUD 1945, NKRI dan bhineka tunggal ika, dipastikan ancaman perpecahan tidak perlu ditakuti, karena tidak akan terjadi" tegasnya.
Karena itu, lanjut Iwan, kegiatan menemui komunitas-komunitas kecil yang kerap terpinggirkan dan terkesan jarang terpikirkan oleh pemerintah seperti parmalim ini, perlu dilakukan anak bangsa, karena ini kelompok ini terkadang justru menjadi tolok ukur dalam menjaga toleransi dan keberagaman.
"Pemerintah sering tidak sadar bahwa budaya kita tercermin di komunitas kecil yang jarang terpantai seperti ini (parmalim). Karena itu hendaknya ini bisa menjadi perhatian bagi pemerintah, jangan hanya sibuk mencoba meredakan fenomena yang memicu ketakutan akan perpecahan bangsa, tapi komunitas kecil yang terus menjaganya secara turun temurun hingga saat ini, malah dilupakan. Mestinya ini dimunculkan biar menjadi contoh" pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA