Presiden Jokowi meminta agar kurs rupiah tidak lagi mengacu ke dollar Amerika, tapi berpaling ke yuan China.
Sebab, ekspor Indonesia ke AS hanya 10 persen. Terlebih, pasca-terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, mata uang berbagai negara termasuk Indonesia mengalami pelemahan terhadap dollar AS.
Pernyataan Presiden yang disampaikan saat menjadi pembicara kunci dalam Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta, Selasa (6/12) kemarin dikritik dari ekonom senior Didik J Rachbini.
Menurutnya wacana Presiden tersebut tidak realistis. Karena dollar Amerika masih sangat kuat dan menjadi tolak ukur mata uang dunia.
"Sulit (pindah ke yuan). Realitasnya ya seperti itu," kata Didik di Jakarta, Jumat, (9/12).
Di samping itu, lanjut Didik, memindahkan alat ukur tukar rupiah dari dollar ke yuan akan memakan waktu yang sangat lama.
"Kalau mau ke arah situ prosesnya lama kita. Lama sekali diperlukan, 3 dekade, 5 dekade," bebernya.
Arus uang yang paling besar di perekonomian dunia adalah dollar Amerika. Dollar Amerika pula yang menguasai arus perdagangan dunia. Didik mengibaratkan, uang dollar itu seperti bendungan air sungai, saking melimpahnya di perdagangan dunia.
"Tetep uang yang paling besar itu dollar. Yang menguasai arus perdagangan itu ya dollar. Seperti sungai, yang jadi bendungan itu ya dollar," ujarnya. [zul]
KOMENTAR ANDA