Apabila ingin memperbaiki kualitas demokrasi maka sendi-sendi demokrasi yakni peraturan perundang-undangan mesti dibuat permanen.
Demikian diungkapkan Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR dari Fraksi PAN, Totok Daryanto, seperti dikabarkan Parlementaria, Jumat (9/12).
"Jangan demokrasi kita obok-obok sendiri, peraturan kita ubah-ubah lagi, kita sudah belajar demokrasi cukup lama, sendi-sendi sudah kita tetapkan," tegas Totok.
Menurutnya, pembahasan UU paket politik yang tiap kali muncul menjelang pemilu menyebabkan adanya inefesiensi nasional. Lebih lanjut, ia mengusulkan agar substansi RUU Penyelenggaraan Pemilu yang sedang dibahas menetapkan suatu sistem apakah terbuka atau tertutup sehingga bisa digunakan minimal lima kali masa pemilu.
"Undang-Undang politik yang selalu berubah-ubah itu, sebetulnya itulah pangkal mulanya politik kita tidak stabil dan bangsa ini menjadi tidak produktif juga," ujar Totok.
"Kita mestinya tidak harus mengerjakan hal-hal yang mestinya sudah selesai dalam urusan ketatanegaraan kita. Ini masih terpikir mau terbuka atau tertutup, milih partai atau anggota. Seharusnya ini sudah selesai, kita sudah menyelenggarakan pemilu berkali-kali. Untuk itu, kami menginginkan norma-norma dasar pada pemilu sebelumnya tidak perlu diubah," tambahnya.
Selain itu, Totok mengingatkan, kalau pun ada perubahan sebaiknya tidak harus perubahan yang secara drastis karena membangun demokrasi sama halnya dengan membangun sebuah tradisi. Dengan begitu, bangsa kita bisa dewasa dalam berdemokrasi.
"Menurut saya ini tidak mendidik, tidak menjadikan kita dewasa. Kita usulkan norma-norma dan sendi-sendinya tidak berubah setiap kita mau pemilu, minimal lima kali, sehingga kita bisa mantap melaksanakan demokrasi. Jadi apakah sistemnya tertutup atau terbuka, menurut saya terbuka sudah kita laksanakan, ya itu yang terbaik. Yang menjadi tidak baik, itu yang kita sempurnakan, mungkin dari pengawasannya," tukasnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA