Proses peradilan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mulai bergulir di kantor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa pekan depan (13/12). Tingginya animo masyarakat terhadap proses hukum kasus tersebut selama dua bulan terakhir, kemungkinan menimbulkan wacana yang ramai di ruang publik.
"Untuk itu, menurut hemat saya, sidang Ahok tetap dilakukan terbuka terbatas dan jika memungkinkan pengadilan dilakukan di luar Jakarta," ujar pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing (Rabu, 7/12).
Menurut Emrus, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan pihak PN Jakarta Utara (PN Jakut) selaku penyelenggara dan Polri di sektor pengamanan. Antara lain, aspek sosiologis, psikologis dan komunikasi publik.
Dari aspek sosiologis, bisa menimbulkan interaksi dalam bentuk gesekan sosial di tengah masyarakat. Sedangkan, pada aspek psikologis bisa memunculkan efek perasaan yang berbeda dari bermacam kalangan di dalam suatu komunitas tertentu.
"Perasaan yang berbeda dapat menimbulkan perilaku yang berbeda dari berbagai kalangan tehadap proses peradilan dugaan penistaan agama tersebut," terang Emrus.
Demikian juga dari sudut pandang komunikasi. Emrus menilai, penggunaan lambang verbal dan non verbal dalam proses komunikasi di persidangan berpotensi menimbulkan persepsi. Khususnya terkait perbedaan dan pemaknaan yang variatif dari setiap individu di dalam masyarakat.
"Perbedaan persepsi dan pemaknaan tersebut akan menimbulkan perilaku yang berbeda pula dari setiap individu atau suatu kelompok masyarakat dalam merespon proses peradilan dugaan penistaan agama tersebut," urainya.
Emrus juga mengatakan, dalam suatu proses sidang yang mendapat sorotan publik, sangat besar kemungkinan terjadi adu data, bukti, gagasan dan argumentasi dari para pihak yang terkait.
"Semuanya bisa logik sebagai tesis dan anti tesis," demikian Emrus. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA