post image
KOMENTAR
 MBC. Aksi 412 pada Minggu lalu (4/12), yang dibungkus dengan "Parade Kebhinnekaan" tema "Kita Indonesia" jauh dari fatsun politik, keluar dari trayek Bhineka Tunggal Ika, serta menyisakan banyak polemik dan komplikasi baru.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Voxpol Center yang juga pengamat politik UIN Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago, Rabu (7/12).

Pangi menilai Aksi 412 telah mempertontonkan degalan politik dan aksi ugal-ugalan, ketidakteraturan, pelanggaran etika dan hukum.

"Anehnya, penegak hukum tampak abai, cuek dan membiarkan pelanggaran-pelanggaran itu terjadi," kata dia, Rabu (7/12).

Pangi pun membeberkan beberapa analisisnya. Pertama, bagaimana kemudian menjelaskan bahwa aksi itu adalah parade kebhinekaan, namun pada saat yang sama banyak bendera dan atribut parpol lainnya. Patut diduga, parade kebhinekaan sangat kental aroma politisnya, dijadikan sebagai komoditas dan panggung politik oleh sang penunggang dan aktor politik.

Untuk diketahui, car free day (CFD) tidak boleh ada aktifitas politik. Larangan mengenai kegiatan politik di CFD tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 12/2016 tentang Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (KBKB). Pergub tersebut merupakan penyempurnaan dari Peraturan Gubernur DKI Jakarta 119/2012 mengenai Hari Bebas Kendaraan Bermotor.

"Oleh karena itu, Pemprov DKI dan penegak hukum harus memberi sanksi tegas dan keras kepada parpol yang terlibat dalam parade kebhinekaan tersebut," ujar Pangi.

Kedua, aksi 412 tidak tertib, merusak keindahan kota, taman rusak, banyak yang menginjak rumput, ribuan ton sampah. Puncak aksi 412, dua elite Golkar adu jotos, insiden pemukulan yang terjadi antara Ketua DPD Golkar DKI Jakarta, Fayakhun Andriadi dan Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fadh El Fouz Arafiq, habis berkelahi, dua politisi golkar tersebut saling lapor polisi. Kering makna dan karakter, anti tesis dari Bhineka Tunggal itu sendiri.

Ketiga, sangat disayangkan dan miris, PNS yang semestinya netral. Harus ditelusuri aktor/dalang dibelakang penggarahan  massa PNS dalam aksi 412, memobilisasi melalui  mesin birokrasi, ada beberapa intitusi pemeritah seperti kementerian perdagangan, dan kementerian sosial. Berdasarkan surat edaran tersebut, mewajibkan eselon II hadir di acara aksi 412, harus diusut tuntas dan diberi sanksi tegas, sehingga tak terulang kembali PNS yang masuk ke wilayah politik.

Keempat, ada perbedaan perlakuan yang sangat mencolok oleh polri dan pemerintah. Aksi 212 banyak dipersulit, patut diduga digembosi polri (sebelumnya ada larangan kepada perusahaan angkutan, kemudian dicabut, hadangan di jalan, dan lain-lain). Aksi 212 hanya dibolehkan di satu titik yaitu Monas, namun akhirnya meluber ke sana-sini. Belum lagi pengamanan ekstra ketat, konon biaya pengamanan aksi Bela Islam II dan Bela Islam III menghabiskan dana Rp 76 miliar. Ketakutan yang terlalu berlebihan dari Polri karena adanya isu makar dan kudeta.

Sedangkan Aksi 412 difasilitasi. Mengapa aksi 412 dibolehkan di CFD, sepanjang jalan Sudirman hingga Jalan M.H Thamrin? Menggapa Pemprov dan penegak hukum diam? Nyata dan terang benderang melanggar Pergub, tidak membolehkan ada aktivitas politik dalam acara CFD, jelas menganggu orang yang sedang berolah raga, menganggu jalur busway dan seterusnya.

"Terakhir, ditemukan ada delapan bus Transjakarta keluar jalur/harusnya tetap dalam karidor, mengangkut peserta Parade Kebinekaan di area Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Apa motif operator Transjakarta mengizinkan bus-bus tersebut ikut terjun dalam acara Parade Kebudayaan bertajuk Kita Indonesia tersebut? Ini juga harus ditelusuri dan diselidiki secara tuntas oleh Pemprov DKI Jakarta," demikian Pangi. [hta/rmol]
 

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa