post image
KOMENTAR
MBC. Ada beberapa alasan jumlah perempuan di eksekutif begitu timpang, dan didominasi oleh tiga latar belakang, eks legislator, kader partai, dan jaringan kekerabatan.

Diketahui, hanya ada 44 calon perempuan dari total 614 calon (7,17 persen) yang akan mengikuti Pilkada Serentak Tahun 2017.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni mengatakan dalam konteks pemilu, penyebab utama biasanya terletak pada sikap dan perilaku partai.

Pertama, partai cenderung lebih berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal. Karena itu, peluang pencalonan perempuan tertutup oleh dominasi kekuatan modal dan elektabilitas yang mayoritas dimiliki oleh laki-laki.

"Dalam konteks perempuan yang memiliki elektabilitas tinggi-misalnya perempuan berlatarbelakang legislator-partai yang pragmatis menyandera upaya konsolidasi perempuan untuk maju memimpin pemerintahan," ujar Titi, Selasa (29/11).

Perempuan berlatar belakang legislator (52,27 persen-23 dari 44 perempuan yang mencalonkan), misalnya, telah mengumpulkan kekuatan politik yang dimilikinya saat ia menjadi anggota legislatif. Kemudian perempuan mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tempat dimana ia bertugas sebagai anggota legislatif. Hal ini membuat perempuan mantan anggota legislatif mempunyai elektabilitas yang tinggi.

Namun, lanjut Titi, partai tidak melihat konsolidasi politik perempuan ini. Partai yang pragmatis lebih melihat elektabilitas. Partai hanya memilih calon yang memiliki peluang besar untuk terpilih.

Kedua, partai tidak punya suplai kader perempuan memadai. Kecenderungan ini terjadi karena partai tidak punya mekanisme perekrutan anggota yang inklusif dan terbuka.

"Kaderisasi untuk mempersiapkan perempuan berkualitas dan mempunyai elektabilitas tinggi juga tidak berjalan baik," sebut Titi.

Meski data menunjukkan persentase perempuan calon kepala daerah berlatar belakang kader partai cukup tinggi (43,18 persen-19 dari 44), angka persentase tersebut beririsan dengan latar belakang lain yaitu eks legislator dan jaringan kekerabatan.

Titi menambahkan, bergabung dengan partai adalah jalan "antara" yang ditempuh perempuan untuk menuju kuasa pemerintah daerah. Perempuan membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri, meraih dukungan elit politik, dan merebut kepercayaan pemilih daerah.

"Perempuan tidak mengambil jalan langsung, ia mesti masuk partai untuk meraih dukungan elit politik dan menduduki jabatan strategis seperti anggota DPR atau DPRD untuk meraih dukungan pemilih," tukasnya. [hta/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa