post image
KOMENTAR
Melihat tingkah laku masyarakat penyandang penyakit Gila atau disebut dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang bebas dijalanan khusus di perkotaan, begitu cukup memprihatinkan.

Terutama dari sisi fisik yang sudah tidak terurus, bahkan ada yang sudah lupa dengan pentingnya pakaian penutup tubuh.

Perilaku ODGJ ini kerap menelusuri badan-badan jalan ditengah keramaian Kota dan kerap membuka tong tong sampah kemudian memakan apa yang didapatnya sehingga membuat orang waras jijik melihatnya.

Tetapi itulah prilaku ODGJ yang juga sering meminta minta diwarung warung nasi dan jajanan.

Prilaku ODGJ ini kebanyakan untuk urusan perut, karena masih merasakan lapar dahaga bahkan ada yang masih mengenal bentuk uang, namun tidak mengerti nilainya tetapi tahu sebagai alat penukar dengan menyodorkan uang untuk ditukar dengan makanan atau minuman.

Dari fenomena ini, para ODGJ yang beraktivitas diperkotaan jarang melintas dijalan padat manusia dan kerap menghindar dari keramaian orang orang waras dan tidak melakukan perlawanan ketika harus diusir oleh para pedagang yang risih dengan kehadirannya.

Pandangan ini dikemukakan Ketua BCW (Binjai Corruption Watch) Binjai, Gito Affandy, dalam rapat rutin intern dimana masalah orang gila yang tidak tertangani oleh Pemko Binjai menjadi salah satu perhatiannya, terutama sisi prilaku ODGJ yang ternyata masih memiliki  santun dalam perbuatan.

"Dan jika kita mau jujur, ada yang menarik dan patut kita contoh dari perbuatan ODGJ, bahwa orang orang tidak waras ini tidak mau mengambil hak orang lain, seperti mencuri atau mengambil paksa milik orang lain seperti pedagang, sekalipun ODGJ ini berdiri didekat jajanan, dia tidak akan mengambil dan pergi setelah diberi atau diusir," beber Gito yang mempunyai ciri khas jabrik yang panjang saat di konfirmasi Medanbgus.com, Sabtu (26/11).

Lanjut Gito, Soal uang, sekalipun tidak mengenal nilai, tapi orang ini masih punya niat untuk membeli makanan dan minuman. Artinya, secara tidak langsung ODGJ masih punya etika dan tatakrama untuk memiliki sesuatu yang diinginkan tidak main rampas atas barang yang bukan haknya
Dibanding koruptor.

"Para oknum koruptor yang duduk dikursi pesakitan persidangan dengan pakaian necis parlente bahkan di penjara ibarat penghuni terhormat dengan fasilitas istimewa dibanding narapidana kelas rakyat, kondisi itu tidak bisa dijadikan penutup atau menutupi moral bejadnya," ucapnya.

Lebih lanjut di beberkan Gito, oknum koruptor yang masih bilangan manusia waras dan intelektual yang jauh lebih menyadari tentang hak haknya, sehingga bisa terjerat hukum karena menilep yang bukan haknya melalui sederetan perbuatan korupsi- gratifikasi, jika dibanding dengan para ODGJ, maka fikiran orang-orang gila ini jauh lebih mulia dari para koruptor.

"Jauh lebih bisa dirasakan dengan penyaluran Raskin, masih ada penyelenggara Negara harus menjalani hukuman pidana karena menilep hak orang miskin dan dijual untuk kepentingannya. Padahal, orang miskin sekalipun tetap membayar untuk memperoleh haknya," bebernya.

Yang paling menyeramkan, lanjut Gito, kenapa masih terjadi tunggakan pembayaran panitia penyalur Raskin ke Bulog. Bahkan tunggakan ini dianggap hal biasa oleh penyelanggaraan Pemerintah semua tingkatan.

"Dilihat dari asfek Juridis Formal, persoalan ini bukan tunggakan dan jelas bukti adanya penggelapan hasil penjualan Raskin. Satu rupiahpun masyarakat miskin tidak pernah berhutang. Ambil jatah bayar, tidak ada uang tidak ada barang. Dan kemana uang hasil penjualan itu sehingga terjadi tunggakan. Uang hasil jual raskin bukan hak panitia penyalur. Jerih payah penyalur dan transportasi sudah diatur didalam APBD dan kenapa uang yang bukan haknya harus ditahan dan tidak disetor," katanya.

Dirinya juga menyesalkan kenapa harga jual raskin bisa melebihi ketentuan. Seribu, dua ribu bahkan lebih dari itu harga jual raskin dinaikkan dari harga dasar dan kelebihan harga jual dinikmati oknum oknum tertentu yang terlibat penyaluran. Bahkan sederatan oknum elemen sosial kontrol setiap bulan mendatangi oknum penyalur Kecamatan dan Desa/Kelurahan seolah ada bagian jatah dari kelebihan harga jual.

"Begitu nikmatkah uang itu sehingga banyak orang mengejar dan menilep hak orang miskin? Bukankah sikap prilaku itu lebih parah dari orang golongan ODGJ yang justru lebih sadar tentang yang bukan haknya?. ODGJ sajapun sadar tentang yang bukan haknya, kenapa orang orang waras tidak sadar dan mengejar yang bukan haknya," seru Gito Affandi sembari terlihat Emosi.

"Lantas, pantaskah para orang orang yang menikmati hidup dengan hasil dan kekayaan dari begituan dan meraup hak orang lain untuk dihormati? Jawabnya jelas TIDAK karena orang orang ini lebih dari sampah dan tempatnya ditong sampah untuk dikais oleh ODGJ. Sebagai sampah Negara, ini wajib dibasmi, sedangkan ODGJ patut dibina agar mendapatkan haknya sebagaimana yang diamanahkan Undang-Undang Dasar 1945," demikian Gito.[sfj]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Opini