post image
KOMENTAR
Insiden pelemparan bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur harusnya bisa dideteksi dan dicegah. Karena pelaku diketahui bukan orang baru dalam kasus terorisme yang merupakan mantan narapidana teror bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Tangerang juga pelaku bom buku di Jakarta pada 2011.

Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menjelaskan, kejadian tersebut membuat ketakutan melanda masyarakat. Tidak hanya di Samarinda tetapi di seluruh Indonesia. Kondisi seperti itu jika dibiarkan akan dimanfaatkan oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk merusak keharmonisan, terutama antar umat beragama. Karena itu, selain harus melakukan evaluasi total terhadap program deradikalisasi dan memperbaiki kelemahan intelijen, negara diminta ketegasan untuk menjamin tidak ada lagi aksi teror di rumah ibadah sehingga masyarakat bisa tenang dan tidak terprovokasi.

"Ini tindakan biadab, apalagi ada balita yang jadi korban dan menargetkan orang yang sedang beribadah. Negara harus minta maaf karena belum mampu melindungi warganya dari aksi terorisme, dan menjamin setelah ini tidak ada lagi teror di rumah ibadah. Penegasan ini penting untuk menenangkan masyarakat, terlebih jika melihat kondisi bangsa yang akhir-akhir ini kurang baik," jelasnya kepada redaksi, Rabu (16/11).

Menurut Fahira, selain memberi jaminan, negara juga diminta untuk benar-benar mengusut tuntas siapa otak aksi teror, sumber dana dan jaringannya serta motif dan tujuannya. Pengungkapan penting untuk mencegah berbagai spekulasi liar yang berkembang di masyarakat.

"Kami minta aparat bergerak cepat agar spekulasi tidak berkembang ke mana-mana, termasuk menjelaskan kenapa tindak tanduk mantan pelaku teror bisa luput dari pengawasan aparat. Memang mencegah tindakan terorisme tanggung jawab kita semua, tetapi negara lah yang paling bertanggung jawab karena mempunyai sumber daya," bebernya.

Pemanfaatan teror gereja di Samarinda oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk menebar ketakutan dan merusak harmoni antar umat beragama sepertinya sudah mulai terjadi. Tidak lama setelah kejadian itu, terjadi aksi serupa di Vihara Budi Dharma di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Dan ada ancaman teror bom yang diterima pengurus Gereja Katolik Gembala Baik, Batu, Jawa Timur.

"Sebenarnya yang menjadi ancaman nyata bangsa ini adalah para pelaku teror dan orang-orang yang memanfaatkan teror untuk memperkeruh suasana. Dengan tujuan menciptakan ketakutan, disharmoni, dan saling curiga dengan tujuan agar negara ini hancur. Ini ancaman nyata, jangan dibiarkan terus berkembang," pungkas Fahira. [hta/rmol]
 

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa