Apa yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia menunjukkan sedang ada gejolak atau gesekan dari kelompok-kelompok tertentu. Kasus dugaan penistaan agama yang membelit Basuki Tjahaja Purnama adalah hilirisasi konflik dari kekuatan besar bangsa, dan menjadi perang peradaban.
Begitu dikatakan pengamat politik Syahganda Nainggolan dalam keterangan di Jakarta, Senin (14/11).
Menurutnya, Indonesia tengah mengalami perang antara kelompok yang ingin mempertahankan supremasi dan nilai-nilai luhur bangsa yakni Pancasila dan Islam, sebagai kesepakatan setelah proklamasi, dan kelompok yang ingin memecah belah bangsa, menggagalkan isu mayoritas-minoritas dan ingin adanya demokrasi liberal secara total.
"Bahkan kelompok ini menihilkan agama dalam kehidupan, menghidupkan LGBT, sekuler dan western civilitation, dengan orang-orang Cina perantauan," jelas Syahganda.
Ahok, menurutnya, menjadi simbol kapitalisme China yang ingin menghancurkan rakyat pribumi dan ingin meletakkan pribumi di pinggir-pinggir peradaban.
Syahganda yakin, gelar perkara atas kasus dugaan penistaan agama, akan melepaskan dan melindungi Ahok, sebagai simbol kekuatan anti pancasila dan islam, yang selalu dihantam dengan isu pluralisme.
"Ahok akan lepas, Ahok tidak akan dipenjara. Meskipun gelar perkara ini dilakukan, Polisi dan Jokowi memaksa Ahok dibebaskan, begitu saja," jelasnya.
Dengan begitu, menurutnya, akan ada aksi bela Islam jilid III, yang rencananya berlangsung 25 November mendatang. Kemungkinan secara sosilogis, dialektika emosi massa akan naik dua kali lipat pada hari itu.
"Massa bisa saja membakar istana. Eskalasi emosi meningkat dua kali lipat," tegasnya.
Ujungnya, akan terjadi kerusuhan. Para elit kemudian berunding. Aparat keamanan juga makin menunjukkan berasal dari faksi mana mereka. Ia menyebut Kapolri Tito yang merupakan orang Jokowi, Wakapolri Syafrudin orang Jusuf Kalla dan Kepala BIN Budi Gunawan yang merupakan orangnya Megawati.
"Ketiganya punya kemampuan melakukan penetrasi hukum ini. Siapa yg paling kuat.
Setelah kerusuhan ini nanti, akan berunding elit-elit. Gatot (Panglima TNI) punya posisi paling penting," ramalnya.
Jika itu menjadi kenyataan, Syahganda menyarankan agar Presiden Jokowi dengan legowo meletakkan jabatan presidennya agar kondisi negara menjadi normal kembali.
"Saran saya ya Jokowi mengundurkan diri saja, buat apa jadi Presiden dengan keadaan seperti itu," demikian Syahganda. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA