Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia mempertanyakan motif gugatan sekelompok orang yang mengatasnamakan warga Rembang, JawaTengah terhadap keberadaan pabrik Semen Indonesia.
Dia mempertanyakan apakah gugatan penolakan yang dilakukan warga benar-benar karena persoalan lingkungan yang tidak sesuai mekanisme atau adanya motif lain kemudian ditunggangi kepentingan bisnis.
"Saya melihat masalah Semen Indonesia di Rembang tidak sesederhana seperti yang disuarakan masyarakat penolak saja. Saya kenal Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo adalah orang yang cakap. Saya merasa ada indikasi dari kelompok bisnis lain yang memanfaatkan atas nama rakyat untuk menguasai semen di Indonesia," tutur Bahlil dalam keterangannya, Selasa (15/11).
Menurut Bahlil, bila memang indikasi tersebut benar, maka kalangan pelaku usaha nasional dan Pemerintah Indonesia harus menjaga asetnya dari persaingan bisnis yang tidak sehat.
"Semen Indonesia itu kan BUMN, milik negara. Jangan sampai kita terjebak oleh provokasi yang ditunggangi kepentingan usaha lainnya dengan memanfaatkan rakyat," ujarnya.
Bahlil menyayangkan jika nantinya pabrik Semen Indonesia di Rembang gagal beroperasi maka dapat membuka peluang pihak swasta menggantikan posisi BUMN yang merupakan milik negara. Dia meminta pemerintah berpihak pada kepentingan ekonomi nasional sebab rakyat juga akan sejahtera dengan terlaksananya industri milik negara.
"Dampak lainnya dengan adanya kasus Semen Indonesia di Rembang apalagi sampai terhambat akan mengganggu target investasi. Saya berharap masalah yang dialami Semen Indonesia adalah yang pertama dan terakhir untuk industri BUMN," jelasnya.
Pabrik Semen Indonesia sendiri telah merampungkan proses pembangunan mencapai 95 persen dan diharapkan tahun 2017 bisa beroperasi. Pabrik Semen Indonesia di Rembang menempati areal lahan seluas 55 hektar dan diperkirakan mampu berproduksi hingga 130 tahun. Investasi Semen Indonesia di Rembang mencapai Rp 4,5 triliun dan mayoritas dimiliki oleh bangsa Indonesia.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA