Sejumlah lembaga tempat bernaungnya aktivis lingkungan hidup yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, Jaringan Monitoring Tambang (JMT), dan Yayasan Ekosistem Lesatri (YEL) menggelar keterangan pers terkait ancaman perusakan hutan yang disebabkan perusahaan pertambangan Sumatera Utara, Senin (14/11) di Penang Corner, Medan.
Ali Adam Lubis mewakili JMT mengatakan, tahun 2016 terdapat 32 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di SUmatera Utara yang bermasalah. Bahkan di beberapa wilayah, kawasan hutannya telah habis dieksploitasi perusahaan tambang.
"Di Sumut, terdapat 32 IUP yang dianggap aktif oleh Pemprovsu sedang bermasalah dan mengancam kelestarian lingkungan hidup. Menariknya, ternyata ada beberapa wilayah kawasan hutannya habis untuk tambang. Sektor tambang di Sumut, tata kelolanya sangat berantakan," katanya.
Sedangkan Burhanuddin yang mewakili YEL, memberikan kritik yang lebih tajam terhadap ancaman rusaknya hutan akibat pertambangan bermasalah. Ia mengucapkan bahwa pertambangan bermasalah tersebut sedang melakukan pemerkosaan terhadap hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
"Ancaman jelas di depan mata. Ini sedang terjadi pemerkosaan terhadap hutan khususnya wilayah-wilayah hutan konservasi. Di bentang alam Sumatera Utara ini masih banyak keanekaragaman hayati yang perlu dilindungi," jelasnya.
Dengan adanya temuan tersebut, Dana Tarigan mewakili Walhi Sumut menduga bahwa seluruh IUP yang dikeluarkan Pemprovsu bermasalah. Seharusnya, perusahaan pertambangan yang telah mendapat IUP harus mempertimbangkan berbagai aspek penting bagi lingkungan, di antaranya adalah lingkungan hidup dan masyarakat adat.
"Walhi menduga semua IUP itu bermasalah, sangat banyak permasalahannya. Kalau ini dibiarkan, bisa jadi kita tidak punya hutan lagi. Masyarakat dapat terusir dari sana. Hutan adatnya juga akan hilang," ungkapnya.
Dana berharap, jika IUP bermasalah sudah ditindak dan dihentikan operasionalnya, lahan dapat dijaga sebagai wilayah kelola rakyat.
"Kalau sudah dihentikan izin tambang yang bermasalah itu, kita ingin hutan yang sudah dikondikiskan menjadi wilayah kelola rakyat," demikian Dana.[sfj]
KOMENTAR ANDA