Sejarah Indonesia adalah sejarah kebhinekaan. Dari mulai Sumpah Palapa, yang digelorakan Mahapatih Gadjah Mada di Pendopo Bale Manguntur di zaman kerajan-kerajaan, hingga Sumpah Pemuda kaum progressif di Batavia era kolonial-penjajahan. Pilar kebhinekaan Indonesia kian kuat dan kokoh ketika semua para pendiri bangsa sepakat dan bertekad mewujudkan Indonesia, yang semua untuk satu dan satu untuk semua.
Demikian disampaikan mantan Ketua DPP IMM, Muhammad Suja. Menurut Suja, benang merah dari semua itu memastikan sejak semula bahwa semua warga Nusantara siap sedia meleburkan identitas primordial dalam bentuk apapun, baik suku, agama, maupun ras, ke dalam satu kesatuan yang bernama Indonesia. Indonesia yang beragam, yang dipenuhi cinta kasih, solidaritas antar sesama, gotong-royong antar-warga, adalah Indonesia yang dibayangkan dan diimpikan sejak lama.
"Inilah Indonesia yang beragam yang memiliki akar yang kuat dan sudah tumbuh selama ratusan tahun. Dan inilah Indonesia yang harus diperjuangkan terus menerus tanpa batas, melintas ruang dan waktu. Perjuangan mewujudkan Indonesia yang beragam dan kebhinnekaan ini bukan hanya warisan sejarah, melainkan juga cita-cita dan tanggungjawab sejarah yang harus dipikul dari generasi ke generasi," kata Suja dalam keterangan beberapa saat lalu (Minggu, 13/11).
Saat ini, ungkap Suja, kebhinekaan Indonesia mengalami ujian. Ujian ini datang ketika Indonesia harus menghadapi perang proxy dengan negara lain. Ujian ini juga mengalir deras seiring dengan munculnya elemen-elemen di dalam negeri yang buta sejarah. Tiba-tiba muncul kehendak untuk saling menegasikan identitas satu sama lain, bukan hanya melalui jalur-jalur dan saluran-saluran yang dijamin Konstitusi, namun juga dengan cara menebar ancaman dan potensi kekerasan, yang minimal berupa kekerasan verbal.
"Maka tak heran Pilkada di sejumlah daerah, terutama di Jakarta, yang sejatinya adalah proses kontestasi biasa di alam demokrasi, ternyata dijadikan alat untuk meregangkan kebersamaan dan bahkan mau dijadikan tunggaan untuk merobek kebhinekaan," ungkap Suja.
Dengan kondisi Republik dan khususnya Jakarta yang menghadapi ujian ini, Suja dan sejumlah aktivis muda Muhammadiyah, akan mendeklarasikan Relawan Matahari Jakarta (RMJ). RMJ merupakan relawan yang terdiri dari para aktivis Muhammadiyah yang pernah berkiprah di Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Sementara deklarasi dengan tema "Aktivis Islam Berkemajuan untuk Menjaga Kebhikenaan Jakarta" akan digelar di Gedung Joang 45, Menteng, siang ini.
"Kami yang sudah bekerja di bidang profesional yang beragam, kumpul kembali untuk mengawal kebhinnekaan sebagai panggilan sejarah. Bagaimana tidak, pendahulu kami juga adalah para pendiri yang ikut melahirkan Republik ini. Republik yang disepakati dalam kerangka Pancasila, sebagai anti-tesis dari pemikiran keislaman yang progressif-berkemajuan dengan wawasan kebangsaan," demikian Suja.[sfj/rmol]
KOMENTAR ANDA