Gerakan massif lewat aksi unjuk rasa kembali akan digelar oleh ribuan umat Islam di berbagai daerah di Indonesia dan tentunya ini terpusat di Jakarta, kota tempat Basuki Tjahja Purnama alias Ahok memimpin saat ini. Pernyataannya yang membawa-bawa salah satu ayat suci didalam Al Quran hingga saat ini masih terus menuai kecaman dan desakan agar Ahok diproses ke jalur hukum. Penistaan agama tudingannya.
Berbeda tafsir atas pernyataan Ahok memang masih terus muncul hingga hari ini. Sebagian mengatakan Ahok harus dihukum karena menistakan agama, namun ada juga pihak yang menganggap pernyataan Ahok tersebut sebagai sebuah pernyataan yang muncul akibat kekecewaan atas banyaknya pihak yang menggunakan dalil agama kedalam ranah politik.
Dua pandangan berbeda ini sah saja, toh kebebasan berpendapat diatur dengan begitu gamblang di Indonesia.
Persoalan sesungguhnya saat ini adalah ujian yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pernyataan dari seorang Ahok ini saat ini sedikit banyaknya kembali mengusik kedamaian ditengah keberagaman yang selama ini menjadi "identitas kebanggaan Indonesia". Ujian muncul karena tentu saja ada pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk mencari keuntungan pribadi ataupun golongan termasuk keuntungan politik saya kira. Sebab Ahok saat ini sedang bertarung pada pentas Pilkada DKI yang sedang menjadi sorotan utama mengingat prestise politik Ibukota yang dianggap masih menjadi yang terutama dibanding prestise politik didaerah.
Semua pihak memang sepakat hal ini tidak masuk ke ranah SARA, termasuk kalangan yang menggelar aksi unjuk rasa. Namun tanpa disadari heterogenitas bangsa Indonesia pasti akan terusik dengan kondisi ini sebab akar persoalannya adalah pernyataan yang membawa-bawa ayat suci Al Quran oleh sosok yang bukan penganut agama Islam.
Penyelesaian di jalur hukum tentu semua kita mendukung. Namun untuk mencegah persoalan ini berkembang ke ranah perpecahan akibat perbedaan SARA saya kira Indonesia boleh mencontoh Sumatera Utara. Toleransi yang tinggi karena saling memahami pentingnya perbedaan terbukti membuat kedamaian Sumatera Utara khususnya Medan tidak pernah mampu "ditembus" oleh isu SARA. Padahal banyak kejadian yang sempat membuat ancaman perpecahan ini berada didepan mata, sebut saja dua peristiwa terbaru yakni pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai, percobaan bom bunuh diri di Gereja Katolik yang menghebohkan itu. Namun pada akhirnya, semuanya dapat diproses dengan baik lewat jalur hukum.
Karenanya menempatkan hukum sebagai panglima tertinggi dengan mempercayakan persoalan hukum kepada para penegak hukum, saya kira menjadi jawaban dari persoalan yang terjadi seperti yang selama ini dilakukan orang Sumatera Utara.***
Salam redaksi
KOMENTAR ANDA