Memasuki awal pekan ini, Presiden Jokowi tampak sibuk terhadap satu persoalan. Beliau terlihat pontang-panting mengantisipasi rencana aksi demontrasi besar-besaran di Istana Negara pada Jumat 4 November 2016, yang menuntut untuk segera ditangkapkapnya Gubernur non-aktif Basuki Tjahaja Purnama Alias Ahok karena dinilai telah melakukan penistaan agama.
Seperti diketahui, pada Senin (31/10) Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Hambalang. Lalu malam harinya mengundang 35 pimpinan media massa ke istana pada jamuan makan bersama.
Pada Senin (1/11) Presiden Jokowi meminta masukan dari para pimpinan MUI, Muhammadiyah, dan NU. Tentu saja Jokowi pun berkoordinasi sana-sini dengan instansi terkait dan jaringan-jaringan politiknya terkait antisipasi aksi demonstrasi 4 November 2016 itu.
Pontang-pantingnya Presiden Jokowi untuk mengantisipasi demontrasi besar-besaran umat Islam dan rakyat penentang Ahok pada 4 November 2016 itu, sebenarnya berpangkal karena ulah Ahok sendiri, yang tabiat dan kebijakannya selama ini selaku Gubernur DKI Jakarta, justru menghasilkan musuh yang terus meluas di kalangan rakyat Jakarta, bahkan rakyat di daerah lainnya.
Akibat ulah, karakter, dan kebijakan Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi, membuat Presiden Jokowi akhirnya benar-benar sibuk laksana pemadam kebakaran, karena munculnya kemarahan dan antipati rakyat yang terus meluas terhadap sosok Ahok.
Ibaratnya, Ahok yang menyiram water canon berisi bensin dan menyulut kebakaran di hati banyak umat Islam dan rakyat Jakarta, sementara Presiden Jokowi yang berusaha menyemprotkan air untuk memadamkan kebakaran yang terus meluas itu.
Meskipun Presiden Jokowi dikabarkan telah memerintahkan pihak kepolisian untuk memproses dugaan penistaan agama oleh Ahok, namun tekanan melalui gerakan massa rakyat untuk mendorong percepatan proses hukum terhadap Ahok sepertinya masih tetap diperlukan.
Hal itu mengingat kuatnya jaringan kekuasaan oligarki politik dan bisnis di belakang Ahok sebagaimana yang dirasakan selama ini. Sehingga tekanan lewat aksi massa rakyat besar-besaran memang tetap diperlukan. Sampai nantinya benar-benar dipastikan bahwa Ahok memang diproses secara hukum oleh aparat penegak hukum atas tindakan-tindakannya.
Hal itu sekaligus menjadi pesan kepada para oligark di belakang Ahok, bahwa Ahok dengan segala tabiat dan banyak kebijakannya yang anti-rakyat kecil, tak memiliki tempat di hati banyak rakyat Jakarta dan publik nasional.
Dan harus diingat bahwa kasus penistaan agama oleh Ahok hanya satu saja dari kasus yang membelit Ahok.
Sebelumnya, Ahok diduga terlibat kasus-kasus besar yang menyedot perhatian publik secara luas. Diantaranya kasus Rumah Sakit Sumber Waras, dan kasus reklamasi pantai Jakarta.
#Penulis merupakan Peneliti Sosial-Kerakyatan Pusat Kajian Peradaban Pancasila
KOMENTAR ANDA