Media sebagai institusi pers yang merepresentasikan publik tidak boleh memihak salah satu pasangan yang ikut maju dalam pilkada. Media harus mampu menjaga independensinya sebagai pengawal demokrasi.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana dalam keterangan persnya, Selasa (1/11).
Jelas Yadi, sebagai salah satu pilar demokrasi, pers memiliki andil yang besar dalam menjaga dan menciptakan pesta demokrasi yang menyenangkan dan menggembirakan.
Mengingat pelaksanaan pilkada seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk mengadu domba, menurut Yadi, sudah semestinya jurnalis menjalankan tugasnya secara professional, patuh pada kode etik, bisa memilih dan memilah setiap sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, berimbang serta berdampak positif bagai kemajuan demokrasi di Tanah Air.
"Agar situasi tidak semakin memanas jurnalis harus menggunakan narasumber yang menyejukkan dan tidak provokatif," ujar Yadi.
Menurutnya, media harus menjadi penerang di tengah banyaknya informasi yang cenderung menyesatkan yang beredar di media sosial.
"Setiap produk pers harus mencerminkan kode etik, bertanggungjawab dan sesuai dengan perundangan yang berlaku," imbuhnya.
Yadi menambahkan, masyarakat harus memahami bahwa jurnalis bertugas sesuai dengan undang-undang serta dilindungi oleh undang-undang. Ketidakpuasan terhadap media harus disampaikan melalui jalur resmi yakni Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Dan hindari kekerasan terhadap pers," tukasnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA