post image
KOMENTAR
Meski baru menjabat dalam hitungan hari, Kapolda Sumut Irjend Rycko Amelza Dahniel mulai menuai kritikan, menyusul sikap jajarannya yang dianggap sangat un-profesional dalam menjalankan tupoksinya.

Hal tersebut diutarakan Iwan Darmawan dari kantor Consultan Alternative Dispute Resolution and Settlement Agreement, yang melontarkan kritikan sekaligus masukan untuk mantan ajudan Presiden ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono itu agar lebih menitik-beratkan pengawasan terhadap kualitas para penyidiknya mulai di lingkungan Polda, Polres bahkan sampai ke Polsek agar keadilan bisa dirasa masyarakat, sekaligus untuk menunjang kinerjanya sebagai pemegang komando di provinsi yang dikenal teramat dinamis dilingkungan kepolisian itu.

Ungkapan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor muncul, menyusul temuan kasus yang dinilainya sangat mengganggu pakem penyidikan, yakni persoalan tindak pidana menguasai tanah tanpa izin dari yang berhak yang terjadi di Pasar 6, Dusun IV Kuala Sei Lebah, kecamatan Sei Kepayang Induk, kabupaten Asahan.

Menurut pria yang mengabdi di kampus yang kerap bekerjasama membuka pendidikan strata satu dengan jajaran Polda Jawa Barat itu memaparkan, yang dirasa mengganggu rasionalitas dunia hukum itu dilaporkan oleh seorang kakek berusia 92 tahun bernama Padang Sitanggang ke Polres Asahan tanggal 11 Juli 2016.

"Masa ada laporan yang kualitas kejahatannya sangat sederhana untuk diungkap namun kami melihat kok justru penyidik seperti sangat kesulitan mengungkapnya. Ini sangat menarik untuk dicermati" ucapnya bernada heran ketika berbicara kepada wartawan di Medan, Senin (31/10).

Menurutnya, kasus itu tertuang dalam surat tanda bukti lapor nomor: STBL/455/VII/2016/ASH atas laporan polisi nomor: LP/518/VII/2016/SU/Res Ash, tanggal 11 Juli 2016 yang kemudian keluar surat perintah penyidikan dengan nomor: SP-SIDIK/433/VII/2016/RESKRIM.

"Yang kami herankan, dimana tingkat kesulitan pengungkapan kasus itu?" Tanya peneliti sejarah hukum pidana Indonesia itu.

Kondisi penyidikan yang sedemikian dangkal, lanjutnya, membuat kami memberikan perhatian yang lebih dari biasa. Karena, laporan yang terkategori mudah diungkap itu sudah menyajikan banyak saksi, lebih dari satu alat bukti dan ada pihak dari aparat negara yang bisa dimintakan keteranganya terkait objek tanah. Jadi sebenarnya tidak memerlukan waktu yang panjang untuk mengungkapnya jika penyidik kepolisian serius.

Apalagi kasus laporan masyarakat yang seperti itu jamak ditemukan diberbagai tingkatan kepolisian di Indonesia, itu masuk kategori kasus yang biasa ditangani lho, pungkasnya.

"Jadi seharusnya kasus sedemikian bisa dengan mudah untuk diungkap penyidik  kepolisian karena bukan kategori kasus yang teramat rumit. Sehingga, jika ada kasus seperti itu dikatakan sulit untuk  diungkap  maka wajar kalau kemudian pelapor menduga-duga mengapa hal itu sampai lambat ditangani" sebutnya.

Padahal, dalam sesuatu penyidikan, kendala seperti apapun yang dihadapi, itu adalah sesuatu bentuk tantangan profesional. Maka seharusnya penyidik yang mumpuni menjadikan kendala itu sesuatu tantangan untuk mengungkap kasus itu bukan?, seru kandidat doktor hukum Universitas Indonesia itu.

"Masa tindak pidana yang dilaporkan oleh Padang Sitanggang itu tidak disiapkan penyidik dengan jeratan pasal berlapis, sebab duduk persoalan kasus itu tentu teramat terkait dengan sesuatu surat yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah? Apalagi pelapor sudah mengelola tanah yang diserobot itu sejak 1964 dan dia membawa alat bukti surat-surat yang dikeluarkan instansi yang berwenang tahun 1996. Didalam perjalanan penyidikan, si penyidik sudah memegang surat yang katanya dimiliki terlapor yang dikeluarkan sekitar tahun 2015 oleh aparat Desa" beber Iwan.

"Kondisi ini kan sesungguhnya sudah harus lebih menambah kuat validitas bahan penyidikan, bahkan idealnya bagi penyidik yang profesional maka kondisi itu seharusnya membuat sudah mempersiapkan delik lain karena menemukan dua surat tanah atas satu objek yang sama" tegasnya.

Diluar itu, sambungnya, mengapa pula penyidik belum memintakan pemeriksaan kepada Puslabfor Polri terhadap surat-surat yang digunakan pelapor dan terlapor  menjadi alat bukti dalam laporan itu? Kertas dan tinta dalam surat yang merujuk pada penguasaan tanah itu kan bisa diteliti dari sisi laboratorium forensik. Itu bisa menjadi penguat yang tidak tergoyahkan bagi penyidik untuk melimpahkan kasus tersebut ke Jaksa Penuntut Umum.

"Jadi, kepada Kapolda Sumut kami minta agar bisa dengan baik dan bijaksana meneliti sudah bagaimana jajaran dibawahnya melayani kepercayaan dari masyarakat terhadap instrumen kepolisian dalam kerangka penegakan hukum?"desaknya.

"Masa kasus yang dialami orang tua yang disisa hidupnya itu malah melihat hasil keringatnya diambil orang lain dengan sewenang-wenang namun polisi gagal menghalangi kesewenang-wenangan itu? Masa kasus seterang itu akan menjadi kasus terkategori dark number (kasus yang tidak mampu diungkap) sih?" Imbuhnya.

Iwan juga sempat menyentil lewat ungkapannya, Polisi masih penegak hukum bukan?

"Kalau masih, Mohon dibuktikan dong pak Kapoldasu" tutupnya seraya mengingatkan agar kasus yang sangat standart dan sederhana ini justru jadi dark number.[rgu]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini