post image
KOMENTAR
SECARA historis sumpah sakralnya Pemuda Indonesia  28 Oktober 1928 sudah mendegasikan kepada kita untuk bertanah air satu; berbangsa satu dan menjunjung tinggi bahasa persatuan. Dikatakan sacral karena dengan pernyataan akan tiga hal dasar inilah Indonesia bisa menjadi sebuah bangsa sekaligus sebagai tonggak sejarah baru perjuangan rakyat Indonesia. Disinilah  muncul rasa semangat persatuan dan kesatuan, juga nasionalisme untuk mendirikan sebuah Negara bangsa.

Perlu diingat bahwa Sumpah Pemuda bukan muncul begitu saja, tetapi diawali dengan perjuangan-perjuangan yang masih bersifat kedaerahan dan pengaruh intimidasi dari kolonial. Seiring perjalanan waktu dan pengaruh pendidikan bagi pemuda Indonesia, lahirlah organisasi Budi Utomo pada  20 Mei 1908 sekaligus sebagai organisasi gerakan pertama dengan tekad untuk mempersiapakan Sumpah Pemuda. Trikoro Dharmo (Jong Jawa), Persatuan Pemuda Sumatera (Jong Sumatera Bond), Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia, Jong Ambon,Jong Indonesia dan lain-lain adalah organisasi gerakan yang lahir setelah Budi Utomo juga dengan misi yang sama.

Sebagai upaya untuk mempersatukan organisasi pemuda ke dalam sebuah wadah, maka tahun 1926 dilaksanakannya Kongres Pemuda Kesatu yang dilanjutkan dengan pertemuan tanggal 20 bulan Februari 1927 tetapi tidak mencapai kata sepakat. Pada bulan Mei 1928 kembali diadakan pertemuan dan dilanjutkan pada tanggal 12 Agustus 1928 yang dihadiri oleh seluruh organisasi pemuda dengan mengasilkan keputusan untuk melaksanakan Kongres Pemuda Kedua pada Oktober 1928.

Kongres Pemuda Kedua berlangsung pada tanggal 27-28 Oktober 1928 yang dibagi dalam tiga kali rapat di tiga gedung yang berbeda. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Ketua PPPI Sugondo Djojopuspito dalam sambutanya berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Moehammad Yamin melanjutkan penjelasan tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan untuk berubah.

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Pada rapat ketiga sebagai penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Rapat terakhir ini sekaligus menyampaikan tiga poin penting Sumpah Pemuda oleh Mr. Sunario sebagai utusan kepanduan yang dituliskan oleh Moh.Yamin pada selembar kertas.

Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut :

PERTAMA: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).

KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).

KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).

Globalisasi dan pengaruhnya terhadap Indonesia

Perkembangan dan sejarah globalisasi bermula dari perjanjian negara-negara besar pada abad ke 19. Bretton Woods adalah sebuah perjanjian menyusun kebijakan moneter internasional sebagai akibat dari pengaruh imperialisme dunia. Bentuk nyata dari globalisasi ditandai dengan perubahan konsep ruang dan waktu, pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantungan sebagai akibat perdagangan internasional.Peningkatan interaksi cultural melalui media masa dan munculnya persoalan sebagai isu bersama oleh negara-negara yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial negara di setiap belahan dunia.

Dalam konteks kekinian terhadap kondisi negara bangsa kita Indonesia, globalisasi sangat berpengaruh besar terhadap semua aspek kehidupan kebangsaan. Menjadi sebuah hal yang teramat penting untuk kembali merefleksikan di zaman globalisasi ini?Masih adakah semangat persatuan dan kesatuan Negara bangsa Indonesia? Masih adakah semangat Nasionalisme Indonesia kita? Masih adakah semangat patriotisme pemuda kita?

Sementara di lain sisi masih saja terjadi teror bom di mana-mana. Aksi teror di Tamrin Jakarta 14 Januari 2016 juga di Solo 5 Juli 2016. Kasus penyerangan antarsuku di tanah Papua yang terus saja terjadi, tawuran antar warga etnis di Makasar dan juga konflik-konflik agraria terus meningkat tetapi masih terus dipelihara oleh negara. Kerusuhan dan penjarahan masa pada tahun 1998 di Jakarta dan kekejaman aparat kepolisian terhadap aksi mahasiswa masih saja sering terjadi akhir-akhir ini. Apalagi isu-isu SARA yang terus digulirkan di tengah masyarakat dalam setiap momentum pesta rakyat Indonesia.

Konteks pembangunan perekonomian Indonesia sudah tertinggal jauh dari negara tetangga di kawasan Asia Tenggara lainnya. Menjadi ironis Indonesia adalah Negara Republik pertama dan terbesar yang memproklamirkan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945 di kawasan Asia Tenggara tetapi masih sukses sebagai penyumbang TKI terbanyak dengan beragam kasus human traffickingnya.Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Kemerdekaan Malaysia baru pada tahun 1957, Singapura tahun 1965, Vietnam, Thailand, dan lain-lain yang tingkat pembangunan perekonomian sudah jauh di atas kita, padahal Indonesia memiliki geopolitik dan geostrategi yang cukup diperhitungkan di ASEAN maupun tingkat dunia.

Dari sisi politik nasional kita yang menganut demokrasi Pancasila sudah tidak berbentuk lagi. Demokrasi yang dibangun sudah keluar nilai-nilai luhur bangsa dan mengarah pada demokrasi suara terbanyak alias demokrasi liberal yang syarat akan kepentingan oligarki kekuasaan dengan capital adalah kekuatan utama demokrasi. UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Otonomi Daerah (OTDA)  sudah mampu membawa Indonesia yang mengarah kepada praktek-praktek feodal (raja-raja) kecil di daerah. Sementara politisi yang mestinya menjadi panutan bagi generasi muda kita lebih banyak gemar berkelahi di media untuk mencari popularitas diri. Kebanggan semu yang disematkan oleh publik dunia bahwa Indonesia berhasil melaksanakan demokrasi terbesar dunia sudah membawa kita pada romantisme demokrasi masa kini.

Penegakkan supremasi hukum terlihat jelas penegakan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Seorang nenek mencuri buah senilai kurang dari Rp 10.000,- diganjar penjara 1,5 bulan penjara sementara koruptor  yang mengghabiskan uang rakyat miliyaran dan triliunan rupiah bisa diputuskan bebas dan atau lebih ringan dari yang sesungguhnya. Ini menandakan bahwa substansi hukum, system hukum dan juga budaya hukum kita memang sudah keluar dari prinsip negara hukum.

Fundamentalisme pasar dan agama sebagai tantangan Nasionalisme Indonesia

Bung Karno berpesan bahwa, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." Pesan The Founding Fathers kepada pemuda Indonesia teramat jelas dengan insting yang begitu mendalam dan fokus. Bahwa perjuangan menuju Kemerdekaan Indonesia lebih mudah tetapi perjuangan pemuda akan jauh lebih sulit seteleh kemerdekaan Indonesia karena melawan dengan problem kebangsaan yang semakin kompleks.

Dalam uraian sebelumnya bahwa pengaruh globalisasi memang tidak mungkin ditolak oleh negara bangsa kita, tetapi dengan politik bebas aktif Indonesia mestinya menjadi penyaring utama derasnya arus globalisasi dan pengaruhnya. Dua ancaman serius oleh bangsa kita adalah fundamentalisme pasar dan agama. Fundamentalisme pasar dalam konteks pembangunan Indonesia mengarahkan pada privatisasi ekonomi diberbagai sektor kehidupan kebangsaan yang dilakukan atas nama rakyat dalam bentuk UU yang bernafaskan pasar bebas. Kebijakan ekonomi negara berlindung dibalik pengaruh globalisasi dan memberikan kebebasan kepada mekanisme pasar yang sudah jelas akan menguasai hajat hidup orang banyak.

Sementara fundamentalisme agama terus mendorong doktrin agama tertentu menjadi  satu-satunya dasar dan prinsip pengaturan seluruh bidang kehidupan masyarakat. Fundamentalisme agama cendrung selalu mencampuradukakan urusan agama dalam berbagai urusan menyangkut hukum, ketatanegaraan, ekonomi, budaya, pendidikan, keyakinan, relasi sosial sampai cara berpakain sekalipun. Tentu ini sudah sangat jauh dari spirit Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.

Kebijakan Pemerintah yang tumpang tindih di sektor kepemudaan.

Menelitik kembali kebijakan pemerintah dalam UU No. 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan yang begitu idealnya terhadap pemberdayaaan generasi muda.Dilain pihak masih berlakunya SK Dirjen Dikti Kemenbud No. 2/Dikti/Kep/2002 Tentang larangan terhadap organisasi ekstra kampus di wilayah kampus yang diikuti oleh peraturan-peraturan kampus untuk membatasi ruang gerak mahasiswa. Hal ini dengan jelas menggambarkan bahwa sebetulnya negara tidak ingin pemuda itu berkembang dan maju dari segi kepemimpinan pemuda.

Perlu diingat bahwa pempin bangsa ini lahir dari sebuah proses dan kaderisasi melalui organisasi ekstra kampus seperti organisasi Cipayung. Organisasi ekstra kampus inilah yang mestinya perlu didorong secara kongkrit oleh negara karena disinilah proses kaderisasi kepemimpinan pemuda yang berwatak kebangsaan akan berjalan dengan mensinergikan regulasi yang tidak menghambat ruang gerak.

Bung Karno pernah mengatakan Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Pesan pendiri bangsa mau mengingatkan begitu besar peran pemuda untuk merubah tatanan sosial sebuah bangsa. Sumpah Pemuda sudah tergambar dengan jelas begitu besar peran pemuda dalam konsepsi gagasannya dalam usaha menuju Indonesia merdeka! Maka hari ini bisa juga dikatakan bahwa investasi pemuda adalah investasi masa depan sebuah bangsa”.

Gerakan nation and character building.

Nasionalisme Indonesia telah dibuktikan dalam sejarah Sumpah Pemuda akan kerelaan pemuda Indonesia untuk bertanah air satu, berbangsa satu dan menjunjung tinggi bahasa pemersatu. Disinilah lahirlah bangsa Indonesia dan mempunyai daya gerak yang lebih ampuh melawan kolonialisme. Bung Karno dalam pergumulanya menemukan nilai-nilai dasar culture Indonesia sendiri yang kemudian dituangkan kedalam Pancasila” sebagai ideologi negara Indonesia merdeka. Didalam Pancasila inilah tercermin roh, semangat dan jiwa bangsa untuk menyatakan kemerdekaanya pada tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945 di Gedung Pegangsan Timur No. 56 Jakarta oleh Bung Karno dan Hatta atas nama rakyat Indonesia.

Pidato Bung Karno, 17 Agustus 1962 kembali menegaskan bahwa perlunya membangun karakter atau character building. Bung Karno mengatakan bahwa pembangunan karakter pada masyarakat Indonesia akan pentingnya rasa nasionalsme. Pancasila sudah menjadi dasar negara Indonesia dan sudah sepantasnya kita menajalani nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Character building adalah nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme yang merupakan jiwa bangsa harus terus dibangun dan diwariskan dari generasi ke generasi. Faktanya bahwa Pancasila sendiri hanya dijadikan alat untuk mempertahankan kekuasaan dan politik semata pada zaman Orde Baru dan kemudian Indonesia mengalami kekosongan jati diri di saat reformasi bergulir sampai saat ini. Lembaga pendidikan yang mestinya menjalankan nilai-nilai Pancasila hari ini hanya menyibukan diri dalam kompetensi guru, siswa untuk berorentasi pada dunia kerja dengan tidak mempedulikan karakter dasar budaya bangsa kita.

Kepada Pemuda Indonesia dan semua pihak di negeri tercinta ini! Tidak ada cara lain, hanya dengan mengembalikan gerakan nation and character building yang kongkrit melalui lembaga-lembaga pendidikan, organisasi kepemudaan dan usaha-usaha lainnya. Implementasi nilai-nilai Pancasila sudah lari dari semangat yang digelorakan oleh the founding fathers. Jangan membiarkan Pancasila kita direbut asing untuk kepentingan mereka. Jangan biarkan bumi pertiwi kita menangis dalam sentakan para cukong-cukong. Jangan membiarkan hati nurani dan harga diri kita diinjak-injak oleh bangsa lain. [***]

*Komite Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Presidium GMNI Periode 2015-2017.

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini