MBC. Pemerintah pusat diharapkan mengambil langkah penyelesaian atas terlalu lamanya masa tunggu antrian calon jamaah haji Indonesia. Caranya, dengan melobi berbagai pihak, mulai dari Kerajaan Arab Saudi hingga negara-negara tetangga Indonesia yang kuotanya tidak habis terpakai.
Hal ini dinyatakan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo, saat membuka Musyawarah Besar (Mubes) ke-3 Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), di Makassar, Sabtu, (22/10).
Hajatan empat tahunan yang dihadiri sekitar 300 anggota HIMPUH ini, juga dihadiri Wali Kota Makassar, Ramdhan Pomanto, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid , Dirjen Haji, Abdul Jamil dan Direktur Pembinaan Haji dan Umroh, Muhajirin Yanis.
Seperti diketahui, ujar Syahrul, calon jamaah haji Sulawesi Selatan memiliki masa tunggu terlama di Indonesia, yakni 42 tahun. Lamanya masa tunggu tersebut karena begitu tingginya keinginan masyarakat Sulsel untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
"Dalam sehari, jumlah masyarakat Sulsel yang mendaftar haji bisa mencapai 540 orang. Itu sama dengan jumlah penumpang 1 pesawat. Kita tahu beberapa negara tetangga kita punya kuota haji yang tidak habis terpakai. Kan sayang. Akan lebih baik kalau kuota itu dimanfaatkan kita, warga Sulsel," imbuhnya.
Syahrul berharap Mubes ini menghasilkan performance yang semain baik dari biro jasa perjalanan
serta menghasilkan penyelenggaraan umrah dan haji yang semakin tertib.
"Saya ingin menitipkan pesan kepada owner dan CEO biro perjalanan. Tolong jaga rakyat ketika berangkat ibadah bersama travel Anda. Jaga mereka mulai berangkat dari rumah hingga kembali ke rumah. Jangan ditelantarkan," pintanya.
Sementara Ketua Umum Himpuh, Baluki Ahmad menyatakan, optimalisasi penggunaan kuota haji dapat dilakukan dengan beberapa instrumen. Pertama, pengaturan penggunaan kuota dari undangan Raja, Keluarga Raja dan Lembaga lembaga dari Kerajaan Saudi Arabia. Kedua, kuota haji dari sisa kuota negara tetangga dekat Indonesia yang tidak terpakai. Ketiga, kuota haji dan penambahan kuota milik Indonesia sendiri.
"Kuota haji ini dapat dioptimalkan penggunaannya dengan sistem batal ganti yang pernah diterapkan sebelumnya, tentu dengan ditambah perbaikan sistem. Kami menghimbau agar sistem pengelolaan kuota dan optimalisasi kuota haji ini dapat diperbaiki sistem pelaksanaannya disertai dengan payung hukum yang lebih jelas berupa Undang Undang," ujar Baluki, usai acara pembukaan.
Dalam kasus kuota ini, Himpuh tidak ingin ada di posisi kontra dengan kementerian agama maupun DPR. Himpuh ingin menjadi mitra yang sinergis dan aspiratif untuk mewakili kepentingan masyarakat dan pelaku usaha.
"Sehingga Himpuh dapat menjadi mitra yang konstruktif dalam memberi input sistem kuota haji, maupun dalam pembahasan BLU penyelenggara Haji dan Rancangan Undang Undang yang sedang dibahas saat ini," tambah Baluki
Selain itu, lanjutnya, Himpuh juga tengah memperjuangkan kepentingan para anggotanya, pelaku usaha umroh dan haji tentang masa ijin usaha. Yakni dengan mengajukan permohonan perpanjangan izin pelaku usaha umroh dan haji yang selama ini izin usaha hanya berlaku tiga tahun ditambah menjadi enam tahun.
Hal ini, jelas Baluki, terkait daftar tunggu kuota haji juga cukup lama sekitar lima tahun, bahkan di beberapa wilayah lebih lama lagi. Pelaku usaha, ujarnya, perlu kepastian usaha dan izin usaha yang lebih panjang sehingga relevan dengan situasi masa tunggu kuota tersebut.
"Kami butuh dukungan izin usaha yang lebih panjang dan penyederhanaan birokrasi pengurusan izin usaha tersebut. Semoga usulan dan harapan ini dapat didukung para pemangku kebijakan maupun pemerintah,” pungkasnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA