Langkah pihak Istana Negara mengumumkan hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir dinilai janggal dan tak logis.
"Kalau yang menghilangkan data hukum itu yayasan, atau CV sebuah perusahaan kecil itu bisa diterima. Ini kan negara besar lho. Lengkap perangkatnya. Lengkap aturan dasar, aturan pelaksanaannya, personelnya, semuanya lengkap kemudian ada yang hilang," kata anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafii di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10) malam.
Menurutnya, pemerintah Jokowi jelas yang harus bertanggung jawab atas hilangnya dokumen TPF Munir. Jangan karena dokumennya hilang, lantas kasus ini tak bisa diusut ulang.
"Ada kok yang sudah dihukum, saksi hidup masih ada. Kalau disebut hilang, ini karena kecerobohan dia (pemerintah). Kalau memang punya keinginan pasti diungkap lewat saksi-saksi yang ada. Dan saya rasa masih ada dokumen-dokumen lain untuk dikonstruksikan untuk kembali menyelesaikan kembali kasus Munir ini," paparnya.
Masih kata Syafii, Pemerintah Jokowi harus memerintahkan Kejaksaan Agung untuk membuka kembali kasus kematian suami Suciwati itu.
"Jangan dia cuma bilang 'saya sudah bilang kok'. Seperti selama ini, 'harga daging harus Rp 80 ribu tapi harganya Rp 120 ribu dia diam juga. Kasih deadline ultimatum istri munir itu oleh Presiden kepada Jaksa Agung," tegasnya.
Jika dalam jangka waktu tertentu Jaksa Agung M Prasetyo tidak bisa menyelesaikan kasus Munir, tambah pria yang karib disapa Romo Syafi'i itu, Presiden Jokowi harus memberi konsekuensi dipecat.
"Berhentikan jaksa agung! Memang jaksa agung ini nggak becus, namanya juga dari parpol bukan dari karier atau profesional," ketusnya.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA